Rabu, Februari 24, 2010

Pidato Pelengkap Nawaksara

Jakarta, 10 Januari 1967

Kepada Yth.
Pimpinan M.P.R.S.
di Jakarta

Saudara-saudara
Menjawab nota Pimpinan M.P.R.S. No. Nota 2/Pirnp. M.P.R.S. 1966 perihal melengkapi laporan pertanggungan jawab sesuai Keputusan M.P.R.S. No. 5/M.P.R.S. 1966 maka dengan ini saya nyatakan:
I) Dalam Undang-Undang Dasar 1945, ataupun dalam Ketetapan dan Keputusan M.P.R.S. sebelum Sidang Umum ke IV, tidak ada ketentuan bahwa Mandataris harus memberikan pertanggungan-jawab (pertanggungjawaban) atas hal-hal yang cabang. Pidato saya yang saya namakan "Nawaksara" adalah atas kesadaran dan tanggungjawab saya sendiri, dan saya saya maksudnya sebagai macam "progres-reports sukarela" tentang pelaksanaan mandat M.P.R.S. yang telah saya terima terdahulu.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 ditetapkan bahwa M.P.R.S. menentukan garis-garis besar haluan Negara, dan tentang pelaksanaan garis-garis besar haluan Negara inilah mandataris harus mempertanggungjawabkan. (Lihatlah UUD pasal 3). Juga dalam penjelasan daripada pasal 3 UUD ini nyata benar, bahwa Mandataris harus mempertanggungjawabkan tentang pelaksanaan keputusan M.P.R.S. mengenai garis-garis besar haluan Negara itu. Dan tidak tentang hal-hal lain.

Namun, "for the sake of state-speech-making", maka atas kehendak saja sendiri saja mengucapkan "Nawaksara" itu.

II). Sebagai pemenuhan daripada ketentuan-ketentuan Undang-undang Dasar 1945 mengenai hubungan fungsional antara Presiden/Mandataris M.P.R.S., maka setelah berkonsultasi dengan Presidium Kabinet Ampera, khususnya dengan pengemban SP 11 Maret 1996, dan para Panglima Angkatan Bersenjata beberapa kali, dengan ini saja menyampaikan penjelasan-penjelasan sebagai pelengkapan Nawaksara sebagai berikut:

Pertama-tama saya mengajak Saudara dan segenap Rakyat Indonesia untuk menyadari bahwa situasi politik di tanah air kita adalah gawat, sehingga kita bersama harus berusaha sekuat tenaga untuk meniadakan situasi-konflik, demi untuk menyelamatkan Revolusi kita.
Untuk itu, maka perlu kita kembali kepada prinsip perjuangan yang berulang-ulang saja tandasnya, yaitu pemupukan persatuan dan kesatuan disegenap kekuatan progresif revolusioner dikalangan Rakyat Indonesia, serta menekankan kepada kewaspadaan istimewa terhadap bahaya kekuatan-kekuatan kontrarevolusi didalam Negeri dan bahaya kekuatan subversif-kontrarevolusion
er dari Luar Negeri.
Untuk memenuhi permintaan Saudara-saudara kepada saya mengenai penilaian terhadap peristiwa G.30.S maka saya nyatakan:

A. G.30.S adalah satu "complete overrompel-ing" bagi saya.

B. Saya, dalam pidato 17 Agustus 1966, dan dalam pidato 5 Oktober 1966 mengutuk Gestok. 17 Agustus 1966 saya berkata: "Sudah terang, Gestok kita kutuk! Dan saya, saya mengutuknya pula!"
Dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa "Yang bersalah harus dihukum! Untuk itu kubangun MAHMILUB".

C. Saya telah memberi autorisasi kepada pengemban S.P. 11 Mareet yang diucapkan pada malam peringatan Isro’ Mi’roj di Istana Negara yang antara lain berbunyi:
“Setelah saya mencoba memahami pidato bapak Presiden pada tanggal 17 Agustus 1966, pidato pada tanggal 5 Oktober 1966, dan pada kesempatan-kesempatan yang lain, maka saya sebagai salah seorang yang turut aktif menumpas G.30.S yang didalangi oleh PKI, berkesimpulan bahwa Bapak Presiden Juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah Gestok”.
Autorisasi ini saya berikan kepada Jenderal Suharto, pagi sebelum mengucapkan pidato itu pada malam harinya di Istana Negara.
Saya memang selalu memakai kata Gestok. Pembunuhan kepada jenderal-jenderal dan ajudan-ajudan terjadi pada tanggal 1 Oktober pagi-pagi sekali. Saya menyebutkannya “Gerakan Satu Oktober”, singkatnya Gestok.
PKI sendri menyebutkannya (demikian ternyata dari penyelidikan): Gerakan Tiga puluh September. Kalau kita singkatkan kata-kata ini, maka seharusnya menjadi “Getipus”. Tidak “Gestapu”.
D. Penyelidikanku yang seksama menunjukkan, bahwa peristiwa G.30.S. itu ditimbulkan oleh “pertemuannya” tiga sebab, yaitu: a. keblingeran pemimpin PKI; b. Kelihaian subversi Nekolim; c. Memang adanya oknum-oknum yang tidak benar.
E. Kenapa saya saja yang diminta pertanggungjawab atas terjadinya G.30.S. atau yang saya namakan Gestok itu? Tidakkah misalnya Menteri Hankam (waktu itu) juga bertanggungjawab? Sehubungan dengan ini saja mau menjawab:
Siapa yang bertanggungjawab atas usaha membunuh Presiden/Pangti dengan penggranatan hebat di Cikini?
Siapa yang bertanggungjawab atas pemberondongan dari pesawat udara kepada saya oleh Maukar?
Siapa yang bertanggungjawab atas penggeranatan kepada saya di Makassar?
Siapa yang bertanggungjawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di selatan di dekat gedung Stanvac?
Siapa yang bertanggungjawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di selatan Cisalak?
Syukur Alhamdulillah, saya dalam semua peristiwa ini dilindungi oleh Tuhan! Kalau tidak, tentu saja sudah mati terbunuh! Dan mungkin akan Saudara namakan suatu “tragedi nasional” pula. Tetapi sekali lagi saya menanya: kalau saya disuruh bertanggungjawab atas terjadinya G.30.S. maka saya menanya: siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban atas usaha pembunuhan kepada Presiden/Pengti dalam tujuh peristiwa yang saya sebutkan di atas itu?
Kalau bicara tentang “Kebenaran dan Keadilan”, maka saya pun minta “Kebenaran dan Keadilan”!
F. Adilkah saya sendiri disuruh bertanggungjawab atas kemerosotan dibidang ekonomi? Marilah kita sadari, bahwa keadaan ekonomi suatu bangsa atau Negara, bukanlah disebabkan oleh satu orang saja, tetapi adalah suatu resultante dari proses faktor-faktor objektif dan tindakan-tindakan daripada keseluruhan aparatur pemerintahan dan masyarakat.
Satu contoh pertanyaan: Siapakah yang bertanggungjawab atas menanjaknya harga-harga dewasa ini, dan macetnya banyak perusahaan-perusahaan swasta?
Sebagaimana sudah saya kemukakan dalam salah satu pidato saya, maka saya mengkonstantir bahwa dengan adanya peristiwa-peristiwa seperti D.I./T.I.I./-O.K.I.-Madiun, Andi Azis, R.M.S., P.R.R.I./-Permesta (juga disini saya menanya: siapa yang bertanggungjawab?), maka kita tidak boleh tidak tentu mengalami di segala bidang. Dengan sendirinya kemuduran itu menyangkut pula pada bidang ekonomi.
G. Tentang “kemerosotan akhlak”? Disini juga saya sendiri saja yang harus bertanggungjawab?
Mengenai soal akhlak, perlu dimaklumi bahwa keadaan akhlak pada suatu waktu adalah hasil perkembangan dari pada proses kesadaran dan laku-tindak (akhlak) masyarakat dalam keseluruhannya yang tidak mungkin disebabkan oleh satu orang saja.
Satu contoh pertanyaan misalnya; Siapakah yang bertanggungjawab bahwa sekarang ini puluhan pemudi sekolah menengah dan mahasiswa-wanita, hamil diluar pernikahan?
H. Dus:
Dengan menyadari adanya faktor-faktor yang kompleks, yang menjadi sebab musabab dari terjadinya peristiwa-peristiwa sebagai termaktub diatas, demikian pula mengingat kompleksitas dari pengaruh-pengaruh peristiwa-peristiwa tersebut kepada segala bidang, maka tidak, adillah kiranya hal-hal itu ditekanan pertanggungjawabannya kepada satu orang saja.
I. Demikian jawaban saya atas surat Saudara-saudara tertanggal 22 Oktober itu. Hendaknya jawaban saya ini Saudara anggap sebagai pelengkapan Nawaksara, yang saudara minta, sebagai pelaksana daripada keputusan M.P.R.S. No.5/M.P.R.S./1966.

Wassalam,
PRESIDEN/MANDATARIS M.P.R.S. SOEKARNO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MLS

MLS
multi level sedekah

Mengenal Tambang Lebih Dekat

SATU JARINGAN,MULTI BISNIS!

Entri Populer