DIPA NUSANTARA (DN) AIDIT merupakan salah seorang menteri dalam Kabinet Dwikora, sekaligus Ketua Central Committee (CC) Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihukum mati oleh Jenderal Soeharto.
Aidit dan PKI dianggap Pemerintah Orde Baru, bertanggung jawab atas Gerakan 30 September 1965 atau Gestapu. Eksekusi mati Aidit yang tanpa proses hukum, hingga kini menimbulkan tanda tanya besar.
Penangkapan DN Aidit, dilakukan pada 22 November 1965, pukul 23.00 WIB. Aidit diciduk dari tempat persembunyiannya, di dalam rumah Kasim alias Harjomartono, di Kampung Sambeng, Solo, Jawa Tengah.
Sebelum ke rumah Kasim, Aidit sempat sembunyi di beberapa tempat. Nahas, di rumah Kasim lah dia berhasil dijemput paksa tentara bersenjata lengkap ke Loji Gandrung, Solo, tempat peristirahatan AD.
Saat berada di rumah Kasim, sebenarnya Aidit memiliki peluang untuk melarikan diri. Sebab, saat penggerebekan pertama dilakukan di rumah itu, tentara tidak berhasil menemukan tempat persembunyiannya.
Bahkan, setelah rumah itu diobrak abrik, hasilnya tetap nihil. Tentara sempat berpikir Aidit telah berhasil melarikan diri. Namun, pihak intelijen bersikeras dia masih berada dan sembunyi di dalam rumah Kasim.
Akhirnya, Kasim diangkut tentara ke markas, lalu menginterogasinya. Diduga tidak tahan dengan siksaan dan takut dengan ancaman tentara, Kasim buka mulut dan menunjukkan lokasi Aidit bersembunyi.
Dari markas, tentara kembali membawa Kasim ke rumahnya. Di sana, sebagian tentara masih melakukan pengepungan. Di hadapan moncong senapan, Kasim lalu menggeser lemari di salah satu ruangan rumahnya.
Dari balik lemari itu, terdapat pintu rahasia. Di dalamnya Aidit berada dan bersembunyi dari tentara. Pemimpin penangkapan saat itu, Letnan Ming Priyatno pun bersiap-siap mengacungkan senjatanya ke pintu.
"Keluar dari tempat persembunyian! Atau rumah ini saya bakar," katanya menggertak, seperti dikutip dalam buku Bakri AG Tianlean, Bung Karno Antara Mitos dan Realita, Dana Revolusi, halaman 153.
Merasa terdesak, Aidit pun bersuara dari balik persembunyiannya, lalu membuka pintu, dan keluar dari balik lemari. Aidit bertubuh pendek, dan kulitnya bersih. Dia pun balik menggertak Letnan Ming Priyatno.
"Saya Menteri Koordinator (Menko), utusan Paduka yang Mulia Presiden Soekarno. Saudara mau apa?" balasnya menggertak. Mendapat gertakan Aidit, Letnan Ming Prayitno sempat kecut dan menjawab pelan.
"Saya hanya menjalankan tugas untuk menangkap," katanya. Aidit lalu menjawab, "Baik. Tetapi saya diperlakukan sebagai Menko," katanya tegas. Demikian drama penangkapan Aidit di Solo, Jawa Tengah.
Aidit lalu dibawa ke Loji Gandrung. Di sana, sempat ada seorang Mayor yang ingin mengoper alih penangkapan Aidit. Namun, pemintaan itu ditolak Komandan Brigade Mayor Jenderal (Mayjen) Yasir Hadibroto.
Sesuai perintah Soeharto, Mayjen Yasir Hadibroto memerintahkan anak buahnya Mayor ST untuk mencari sumur tua yang kering. Setelah sumur yang diminta dapat, Aidit dibawa sejumlah regu tembak ke tempat itu.
Sumur tua itu berada di tengah kebun pisang yang sangat lebat, jauh dari pemukiman penduduk. Saat itu, Aidit sudah tahu bahwa dirinya akan ditembak mati. Namun, dia masih berusaha untuk menggertak.
"Tahu kamu artinya apa seorang Menko? Seorang Wakil Ketua MPR Sementara kemari? Apa ini sumur? Untuk apa?" katanya kepada Mayjen Yasir Hadibroto. Namun gertakan Aidit kali ini tidak berpengaruh.
Bahkan, dengan santai Mayjen Yasir Hadibroto mengatakan, bahwa hari itu Aidit akan dihukum mati, di tempat seperti para Dewan Jenderal dihukum dan mayatnya dibuang ke dalam sumur tua di Lubang Buaya.
"Saya mengerti pak, dan kalau bapak mau tahu sumur ini untuk apa? Ini buat bapak. Bapak tahu bukan kalau Pak Yani juga dimasukan sumur seperti ini?" kata Mayjen Yasir Hadibroto, kepada Aidit yang telah pucat.
Merasa ajal sudah tiba, Aidit minta waktu untuk berpidato sebentar. "Jangan tergesa-gesa, saya mau pidato dulu," katanya. Setelah 10 menit berpidato yang diakhiri dengan teriakan, "Hidup PKI," Aidit ditembak.
Demikian akhir perjalanan salah seorang tokoh komunis terbesar di Asia Tenggara ini berakhir dengan tragis. Setelah tumbang berlumuran darah, jenazah Aidit dimasukan ke sumur tua di tengah kebun pisang.
Di atas jenazahnya itu, para tentara menindihnya dengan sejumlah batang pisang yang ditebang, kayu-kayu kering, dan tanah, lalu membakarnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan jejak Aidit.
Sejumlah tentara yang terlibat dalam penembakan itu berjumlah empat orang, ditambah dua kopral pengemudi Jeep. Saat itu, tidak banyak yang tahu jika malam itu Aidit ditembak mati, termasuk tentara Brigade.
Mayjen Yasir Hadibroto selalu merahasiakan eksekusi tersebut. Bahkan, dia melaporkan bahwa abu di atas sumur, hasil pembakaran kayu yang ditumpuk itu sebagai jenazah Aidit yang telah hangus terbakar.
Beberapa pihak yang ingin mencari jenazah Aidit pun dibuat kesulitan. Usai eksekusi itu, Mayjen Yasir Hadibroto melapor kepada Soeharto, di Gedung Agung, Yogyakarta. Mendengar laporan itu, Soeharto tersenyum.
Soeharto merasa puas, dengan tindakan yang diambil Mayjen Yasir Hadibroto, karena telah membereskan Aidit, sesuai dengan perintahnya. Setelah terbunuhnya Aidit, Soeharto membubarkan PKI.
Pembubaran PKI dan dijadikannya partai itu terlarang, serta tewasnya tiga pucuk pimpinannya, mengakibatkan gelombang pembunuhan besar-besaran terhadap para pendukung dan simpatisan PKI.
Anggapan Aidit dan PKI sebagai dalang Gestapu pun terkubur dalam sumur di tengah kebun pisang. Sampai di sini ulasan Cerita Pagi tentang terbunuhnya DN Aidit diakhiri, semoga memberikan manfaat.
sumber:
http://daerah.sindonews.com/read/985191/29/hari-terbunuhnya-dn-aidit-1428147661/2 tanggal 8 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar