Arsip Blog

Minggu, Mei 31, 2009

Res Publika (1)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA (1)

Judul : SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI
RES PUBLIKA
Pidato pada Pembukaan Konstituante, 10 Nopember 1956
Sumber : Buku berjudul Bung Karno Demokrasi Terpimpin, Milik Rakyat
Indonesia (Kumpulan Pidato)
Penulis Buku : Wawan Tunggul Alam, SH.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 1 – 30

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian.

Hari ini adalah “Hari Pahlawan”. Dengan sengaja saya tempo hari meminta kepada Pemerintah membuka Konstituante ini pada Hari Pahlawan. Sebab ada hubungan yang erat antara cita-cita pahlawan dan tugas Konstituante ini.

Sebagaimana pada 10 Nopember di tahun-tahun yang lampau, juga pada 10 Nopember tahun 1956 ini, saya berpidato atas nama seluruh bangsa dan negara untuk memperingatinya. Melewati atas kepala Saudara-saudara yang hadir dalam gedung ini, pidato ini saya sampaikan kepada seluruh bangsa Indonesia dimanapun juga ia berada. Karena itu saya buat pidato ini sepopuler-populernya. Dan sudah tentu saya arahkan kata juga kepada bangsa Indonesia di Irian Barat, yang sampai hari ini belum ikut serta menikmati kemerdekaan, tapi suatu ketika oleh perjuangan kita semuanya dan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa pasti akan kembali dalam pangkuan Ibu Pertiwi.

Peringatan Hari Pahlawan yang kita lakukan bersama-sama pada hari ini mengandung makna dan semangat yang lebih besar, lebih agung dari pada peringatan-peringatan di tahun-tahun yang lampau. Sebab peringatan hari ini, saya jatuhkan bersama hari pembukaan sidang Konstituante yang akan mengganti Undang-Undang Dasar Sementara yang kini masih berlaku, kelak sudah menjadi sejarah, dan Undang-Undang Dasar yang baru sudah terpancang di bumi Indonesia. Maka itu akan berarti bahwa kita sudah tiba di salah satu puncak Revolusi Nasional kita.

Saudara-saudara sekalian. Di tengah-tengah kota Surabaya, berdiri kini satu tugu yang kuat perkasa, 45 meter tingginya menjulang ke langit dalam udara. Tugu itu bernama Tugu Pahlawan. Tugu itu saya resmikan berdirinya pada 10 Nopember 1952, empat tahun yang lampau. Insya Allah, tugu itu akan berdiri terus dari abad ke abad, sampai entah jaman yang mana. Insya Allah tugu itu akan terus bercerita kepada anak-anak kita, kepada semua angkatan yang akan masih lahir di bumi Indonesia.

Tiap-tiap orang lewat di depan tugu itu akan berhenti sejenak, dan merasa terharu dalam hatinya, merasa jantungnya berdenyut lebih cepat, dan darahnya mengalir lebih deras karena ingat akan hari 10 Nopember 1945, yang menyaksikan kembali semangat pahlawan bangsa Indonesia secara massal, setelah berabad-abad lamanya terpendam, tersembunyi di dalam debunya sejarah.

Di dalam ingatan Saudara tentu masih segar tergambar, dan di dalam buku-buku sejarah yang dipakai dalam sekolah-sekolah SMP pun ada tertulis, apa yang terjadi di kota Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945 itu. Pada hari itu rakyat kita di kota Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945 itu. Pada hari itu rakyat kita di kota Surabaya dihantam dengan meriam, mortir, mitraliur, dan bom oleh angkatan perang Sekutu yang bersenjata lengkap, sedangkan rakyat kita hampir tidak mempunyai senjata. Angkatan perang Sekutu melancarkan serangan itu, karena rakyat kita tidak mau menuruti ultimatumnya yang menuntut supaya rakyat kita tunduk menyerah kepada angkatan perang Sekutu itu dengan tiada bersyarat.

Rakyat kita cinta kepada damai, Rakyat kita cinta kepada hidup, cinta kepada keluarganya, cinta kepada isterinya, cinta kepada anaknya. Mereka tahu bahwa senjata-senjata yang mengandung bencana dan maut sudah disiapkan untuk menghantam mereka remuk redam. Toh mereka pilih melawan terhadap angkatan perang yang bersenjata lengkap dan modern itu, serta sudah terlatih dalam Perang Dunia Kedua. Rakyat kita tahu, bahwa kalau mereka turuti dari angkatan perang Sekutu itu, mereka tidak akan digempur, akan selamat, akan hidup. Tapi mereka tahu pula bahwa selamat dan damai demikian itu adalah selamat dan damainya seorang hamba yang terantai dan terbelenggu.

Maka, sebagaimana permulaan Revolusi Nasional Amerika, Patrick Henry berseru : “Is life so dear, or peace so sweet, as to be purchased at the price of chains and slavery? Forbid it Almighty God! I know not what course others may take, but as for me, give me liberty or give me death!” (Apakah hidup adalah demikian tinggi nilainya dan damai demikian manisnya, sehinga layak dibeli dengan rantai dan perhambaan sebagai harganya? Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, hindarkanlah itu! Aku tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh orang-orang lain, tapi bagiku sendiri, berilah aku kemerdekaan atau berilah aku maut), juga rakyat kita dengan dipelopori oleh angkatan muda memilih berjuang dan menghadapi maut, daripada menyerah kepada ultimatum itu laksana hamba yang akan dirantai. Juga rakyat kita sebagai Patrick Henry, menjawab ultimatum itu dengan : “Give me liberty or give me death!” “Merdeka atau mati”!

Perlawanan rakyat kita itu adalah gelombang pertama dari pada iring-iringan gelombang-gelombang perlawanan bersenjata dalam Revolusi Nasional kita. Gemuruhnya mengumandang keseluruh Indonesia, melintasi gunung-gunung dan lembah-lembah, tanah-tanah datar dan laut-laut, dan menghikmahi seluruh bangsa, mengelektrisir seluruh badannya natie, mewahyui seluruh jiwanya ksatria Indonesia. Empat tahun lamanya mengombak-gelombanglah perjuangan yang hebat dahsyat di seluruh Indonesia. “Merdeka atau mati” menjadi semboyan setiap patriot. Dan mereka yang mati melepaskan nyawa dengan tersenyum, sebab hatinya yakin, bahwa perjuangan mereka tidak akan hilang percuma.

Res Publika (2)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA (2)

Judul : SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI
RES PUBLIKA
Pidato pada Pembukaan Konstituante, 10 Nopember 1956
Sumber : Buku berjudul Bung Karno Demokrasi Terpimpin, Milik Rakyat
Indonesia (Kumpulan Pidato)
Penulis Buku : Wawan Tunggul Alam, SH.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 1 – 30

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian. (posting 1)

IDE
Halaman 4 – 11

Dan, Saudara-saudara, marilah kita bertanya : untuk apa mereka itu mati? Mereka mati untuk suatu “Ide”. Untuk satu cita-cita, yang lebih besar dan lebih langgeng daripada mereka yang gugur itu.
Dan apakah ide itu, yang demikian besar pesonanya, sehingga orang untuknya rela untuk menerima maut, sehingga bapak rela meninggalkan anaknya, suami rela meninggalkan istri, anak rela meninggalkan ibu, pemuda rela meninggalkan pemudi. Apakah ide itu?!
Ide itu adalah ide Negara Nasional Indonesia, ide Republik Kesatuan, yang kita proklamirkan 17 Agustus 1945. Untuk ide inilah mereka yang telah mati itu melepaskan nyawa.

Ide adalah satu zat yang ghaib, yang tidak dapat dinyatakan dengan tegas, dengan kata-kata, tapi hanyalah dapat dirasakan dengan amat mesranya oleh jiwa dan hati yang mendapat wahyu daripadanya. Ambillah misalnya pengertian tanah air Indonesia. Materinya terjadi daripada tanah, batu, pohon, rumpur, air. Apakah kita berjuang untuk benda-benda materi itu? Untuk tanah? Untuk batu? Untuk pohon? Untuk rumput? Untuk air? Tidak! Kita berjuang untuk ide yang berdiri di balik semua benda materi itu. Ambillah misalnya Bangsa Indonesia yang terdiri dari 80 juta individu yang mempunyai 80 juta nama. Apakah kita berjuang untuk individu-individu itu, untuk nama-nama itu?
Ya tentu kita ingin melihat bahwa si A atau si B dan si C dan selanjutnya hidup selamat. Tapi mereka ini sebagai makhluk-makhluk yang fana pada akhirnya toh akan lenyap juga. Tidak, kita bukanlah berjuang terutama sekali untuk individu-individu yang fana itu, malainkan untuk ide bangsa yang megah kuasa berdiri dibalik orang-orang Indonesia yang 80 juta itu.

Ambillah misalnya bendera nasional kita sang Merah Putih. Itukan hanya sepotong kain yang dapat dibeli di saban toko! Tapi apa sebabnya kita merasa terhina, dada kita berombak-gelombang dengan perasaan-perasaan amarah, kalau kita melihat atau mendengar bendera itu dihina orang? Pada hari-hari permulaan revolusi, ketika untuk menggelorakan semangat, bendera kita itu dipasang disetiap rumah dan kita kibarkan disetiap kantor-kantor resmi. Dan beberapa orang Jepang dan beberapa orang Belanda mau menurunkan bendera-bendera itu, maka pemuda-pemuda kita tidak segan dan tidak gentar untuk menghantam orang-orang Jepang dan orang-orang Belanda itu dengan Bambu Runcing.
Dalam insiden-insiden bendera yang terjadi pada hari-hari permulaan revolusi itu, banyaklah orang Jepang dan orang Belanda yang harus menebus perbuatan lancangnya itu dengan nyawanya, dan banyak pula pemuda kita yang tewas dalam mempertahankan bendera kita itu. Toh, bendera itu adalah hanya sepotong kain yang saban hari bisa dibeli di saban toko! Tapi kita merasa terhina, dada kita berombak-gelombang dengan perasaan amarah, pemuda-pemuda kita rela mati untuk membela bendera itu, karena dibalik bendera itu, dibalik kain yang gampang dirobekkan itu, ada satu ide yang megah kuasa.

Memang, suatu ide yang agung dan luhur selalu menjadi lokomotif sejarah. Suatu ide kalau sudah masuk kedalam kalbu dan pikiran sesuatu rakyat, dapatlah menjadi petir yang sambaran-sambarannya menerangi angkasa sejarah. Malah guruh gunturnya masih akan terdengar, kalupun sinar-sinar sambarannya lama sudah tak kelihatan lagi!
Hanya suatu idelah yang menjadikan seorang manusia yang lemah menjadi merasa kuat dan berani. Hanya suatu idelah dapat membuat orang rela berkorban, rela masuk penjara, rela dibuang, rela menaiki tiang gantungan, rela didrel dengan hati yang tabah-dan bukan materi, bukan barang wadak yang bisa dipegang dengan tangan, bisa dlihat dengan mata, bisa dicium dengan hidung.

Hanya suatu ide yang dapat menggerakkan sesuatu bangsa terjun dalam samudra revolusi. Kita melihat Revolusi Amerika. Revolusi ini ditulis dengan darah, dengan air mata, dengan penderitaan, dengan pengorbanan. Dan untuk apa semua itu? Untuk suatu ide! Kita melihat Revolusi Perancis. Juga revolusi ini ditulis dengan air mata, dengan pengorbanan, dengan penderitaan, dengan tewasnya beribu-ribu jiwa. Untuk apa semua itu? Untuk suatu ide! Kita melihat Revolusi Tiongkok. Juga revolusi ini ditulis dengan darah, dengan air mata, dengan penderitaan, dengan pengorbanan, dengan tewasnya beribu-ribu jiwa. Untuk apa semua itu? Untuk suatu ide!
Juga revolusi kita ditulis dengan darah, dengan air mata, dengan pengorbanan, dengan penderitaan, dengan tewasnya beribu-ribu jiwa. Untuk apa semua itu? Untuk suatu ide! Ide kemerdekaan dan keselamatan seluruh bangsa. Ide Negara Nasional Indonesia, Republik Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan keadilan sosial didalamnya.

Ide ini sudah mengalami beberapa fase. Fase pertama : fase kesukuan. Dalam fase ini tiap-tiap suku merasa dirinya sebagai suatu kesatuan yang mutlak. Masing-masing suku hanya memikirkan keselamatan dirinya. Disamping selamat kesukuan ini tumbuh pula semangat kepulauan. Masing-masing pulau beranggapan bahwa dirinya adalah suatu kesatuan yang mutlak. Suku yang satu mau bekerjasama dengan suku yang lain, tapi atas dasar federalisme, dan tidak ada satu suku yang rela berkorban untuk seluruh Indonesia. Demikian pula pulau yang satu sedia bekerjasama dengan pulau yang lain atas dasar federalisme. Tapi tidak ada satu pulau yang rela berkorban untuk seluruh tanah air Indonesia.
Tapi pada tahun 1928 ide kesukuan dan ide kepulauan itu hilang lenyap laksana embun kena sinar matahari. Pada tahun 1928 itu turunlah ide baru mewahyui angkatan pemuda dan dengan demikian seluruh bangsa Indonesia, yaitu ide persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan tanah air, dan kesatuan bahasa.

Saudara-saudara masih ingat, pada tanggal 28 Oktober 1928 angkatan pemuda mengikrarkan sumpahnya dengan termashyur, Kami setanah air, tanah air Indonesia; kami sebangsa, bangsa Indonesia; kami sebahasa, bahasa Indonesia. Dengan terbitnya matahari kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu itu, hilanglah hak sejarah bagi ide insularisme, ide provincialisme, dan ide federalisme. Maka barang siapa sekarang ini membangkitkan kembali ide kepulauan atau ide kesukuan atau ide federalisme, orang itu adalah seperti orang yang menggali kubur dan mencoba menghidupkan kembali tulang dari orang yang dikuburkan 28 tahun yang lampau!
Ide kepulauan memang ada haknya untuk hidup dan memang ada memberi wahyu, tapi dulu 28 tahun yang lampau! Ide kesukuan memang ada haknya hidup dan memang memberi wahyu, tapi 28 tahun yang lampau! Ide federalisme memang ada haknya hidup dan memang memberi wahyu, tapi 28 tahun yang lampau. Tetapi membangunkan kembali ide kesukuan atau ide kepulauan atau ide provincialisme atau ide federalisme sekarang dalam tahun 1956 ini, adalah berarti berbalik 28 tahun kebelakang dalam sejarah.

Saudara-saudara jangan salah tafsir. Saya tidak menganjurkan supaya orang Sunda jangan mencintai daerah Pasundan, atau supaya orang Jawa jangan mencintai daerah Jawa, atau supaya orang Bali jangan mencintai daerah Bali, atau supaya orang Minangkabau jangan mencintai Minangkabau, atau orang Aceh jangan mencintai daerah Aceh. Tidak, saya tidak menganjurkan hal yang demikian!
Camkanlah kata-kata saya ini, dari sepenuh hatiku saya anjurkan, cintailah dan majukanlah disegala lapangan daerah asalmu masing-masing. Tapi janganlah lupa, bahwa daerah-daerahmu masing-masing itu adalah bagian-bagian yang tak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia! Cintailah dan majukanlah daerah-asalmu, tapi cintailah dan majukanlah dalam rangka Kesatuan tanah air dan bangsa Indonesia.

Sejarah berkembang dan sejarah maju, dan kita tidak bisa kembali ke jaman yang lampau. Siapa yang mencoba juga kembali ke jaman yang lampau, ia akan hancur dilindas oleh roda sejarah yang tak pernah kenal berbalik ke belakang. Ide juga berkembang, dan ide juga maju. Ide kepulauan, ide kesukuan, ide federalisme sudah mati, dan elemen-elemennya yang baik sudah menjadi bahan-bahan bagi ide yang kemudian, yaitu ide Kebangsaan Indonesia yang lebih tinggi.
Sudah saya katakan tadi, dalam tahun 1928 lahirlah ide kebangsaan yang bulat dan bersatu. Lima tahun sesudah itu dalam tahun 1933, ide itu meningkat lagi, yakni bahwa bangsa Indonesia yang berbangsa satu bertanah air satu dan bahasa satu itu harus disusun dalam satu negara yang berbentuk Republik. Dan proklamasi kita pada tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah pangkal pelaksanaan bagi ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu disusun dalam satu negara yang berbentuk Republik. Dan proklamasi kita dalam tanggal 17 Agustus 1945 adalah pangkal pelaksanaan bagi ide Kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu disusun dalam satu negara yang berbentuk Republik. Segala darah, segala air mata, segala pengorbanan, segala penderitaan dan segala jiwa yang telah tewas sejak tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah untuk ide : ”Bangsa Indonesia bersatu tidak berpecah belah, dalam satu Negara Nasional Kesatuan yang berbentuk Republik.”
Untuk ide itulah Wolter Monginsidi rela berjuang, rela ditangkap, dan kemudian rela didrel sampai ia melepaskan nyawanya. Untuk ide itulah Soepeno, Menteri Pemuda dan Pembangunan, rela ditangkap dan kemudian dibunuh oleh Belanda dalam clash kedua. Untuk ide itulah Emmy Saelan rela bertempur dan kemudian dibinasakan oleh Westerling. Untuk ide itulah Toha, pemuda anggota Barisan Benteng, rela mengorbankan dirinya untuk menghancurkan gudang mesiu kepunyaan musuh di Dayeuhkolot, delapan kilometer dari tempat kita bersidang sekarang ini. Karena membela ide itulah berpuluh-puluh anggota angkatan perang kita dekat kantor pos beberapa puluh meter dari gedung ini, dan di Braga beberapa meter dari gedung ini, mati dibunuh oleh APRA. Ya, Saudara-saudara, tangga gedung Konstitusi ini pernah basah dengan darahnya pemuda-pemuda yang membela ide itu.

Segala pengorbanan yang telah diberikan oleh pahlawan-pahlawan kita di dalam revolusi, adalah jelas untuk membela ide Negara Nasional yang kita namai Republik Kesatuan yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka mati untuk ide negara ini, untuk ide Negara Nasional, Republik Proklamasi 17 Agustus 1945, dan bukan untuk ide negara lain daripada itu!
Maka kepada Saudara-saudara anggota Konstituante saya berseru : jika kita benar-benar menghormati para pahlawan-pahlawan yang telah berkorban, jika kita benar-benar setia pada proklamasi 17 Agustus 1945, maka bikinlah konstitusi untuk Negara itu, bukan untuk Negara yang lain atau Negara yang baru.

Kita pernah mengalami dengan sedih hati, bahwa Republik yang kita proklamirkan pada 17 Agustus 1945 itu dirobek-robek orang dengan kekuatan meriam, bom, mortir, dan bayonet. Kita pernah mengalami jaman federalisme, yaitu jamannya Republik Indonesia Serikat. Dalam jaman federalisme itu hilanglah Republik Proklamasi sebagai kenyataan yang wadak. Tetapi sebagai ide Republik Proklamasi itu tak pernah hilang dari hati tiap patriot Indonesia. Dalam jaman Republik Indonesia Serikat, patriot Indonesia tetap menolak Republik Indonesia Serikat, tetap menolak federasi, dalam hati dan dalam perbuatan. Ide Republik Proklamasi tetap memesona jiwa, tetap menjadi sumber inspirasi, tetap menggelorakan perbuatan-perbuatan yang patriotik.
Ide Republik Proklamasi menggerakkan tangan massa rakyat dan pemuda untuk meruntuhkan negara-negara bagian. Dalam 8 bulan saja, malah tidak sampai, dalam 7,5 bulan, Republik Indonesia Serikat yang didirikan atas fundamen federalisme, jadi gugur sama sekali! Dan di atas puing keguguran itu, tangan rakyat yang diwahyui oleh persatuan bangsa dan kesatuan bangsa, membangunkanlah kembali Republik Kesatuan, yaitu Republik yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Sebab itu, Saudara-saudara anggota Konstitusi yang terhormat, Saudara-saudara yng menjadi wakilnya rakyat, dan yang dipercayai oleh rakyat, susunlah konstitusi untuk Negara Republik Proklamasi itu, dan bukan untuk Negara yang lain daripada itu!

Res Publika (3)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA (3)

Judul : SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR
KONSTITUSI RES PUBLIKA
Pidato pada Pembukaan Konstituante, 10 Nopember 1956

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian (posting 1)

Halaman 4 – 11
IDE (posting 2)

Halaman 11 – 16
Membina konstitusi

Membina konstitusi. Kita bukan tidak punya konstitusi, malah dengan konstitusi yang berlaku sekarang, kita sudah memiliki tiga koonstitusi. Konstitusi pertama adalah konstitusi yang jadi pegangan kita sejak tanggal 17 Agustus 1945 dengan melalui pasang naik dan pasang surut revolusi sampai kepada persmian Republik Indonesia Serikat. Konstitusi kedua berlaku dalam jaman Republik Indonesia Serikat. Konstitusi kedua berlaku dalam jaman Republik Indonesia Serikat, dan konstitusi ini tamat riwayatnya pada tanggal 17 Agustus 1950 ketika Republik Kesatuan bangkit kembali. Konstitusi ketiga adalah konstitusi yang berlaku dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai kepada saat jika kelak konstitusi yang Saudara-saudara akan susun sudah diresmikan.
Tapi, semua konstitusi dari yang nomor satu sampai dengan yang nomor tiga itu adalah bersifat sementara. Dan semua konstitusi itu bukanlah hasil permusyawaratan antara anggota-anggota sesuatu konstituante yang dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum yang bebas dan rahasia. Semua Konstitusi itu adalah buatan sarjana Konstitusi, atas amanat Pemerintah. Tetapi sesuatu Negara Hukum yang demokratis, menghendaki sebagai syarat mutlak sebuah Konstitusi yang dibuat oleh tangan rakyat sendiri. Keharusan itu telah dilaksanakan lebih dulu oleh revolusi-revolusi yang kita kenal: oleh Convention Philadelphia, oleh Paris, oleh Leningrad, oleh New Delhi, oleh Peking. Kini Konstuante kita telah terhimpun, dengan 530 anggota pilihan rakyat. Kini Bandung tampil ke muka, Bandung yang termashyur dengan ”spirit of Bandung” sejak Konferensi Asia-Afrika. Saya harap Konstitusi Bandung janganlah mendurhakai hatinya Rakyat!
Saudara-saudara mengetahui: Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar sebagai suatu Constitutional Convention sejak Proklamasi dirancang dengan membentuk :
a)Majelis Permusyawaratan Rakyat (konstitusi 1945, pasal 2 – 3)
b)Konstituante (Konstitusi 1950, pasal 134 – 139)
Oleh karena peristiwa revolusi yang menimbulkan perjuangan dan pertempuran, dan lain-lain sebab, maka baru pada penghabisan tahun 1950 dapatlah demokrasi-pemilihan dijalankan. Lima puluh juta rakyat menentukan Konstitusi sebagai yang dihendaki oleh Konstitusi Sementara 1950 pasal 134 – 139 itu.
Dan Saudara-saudaralah berbahagia mendapatkan kehormatan dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum yang langsung itu, bebas, dan rahasia. Saudara-saudara memikul amanat Yang Maha Bertanggungjawab! Pahlawan-pahlawan yang telah berkorban dan mati, yang kita hormati peringatannya pada hari ini, bersama dengan rakyat 80.000.000 yang ber-Revolusi, mengarahkan pandangan matanya kepada Saudara-saudara! Jadilah penyembung lidah yang setia daripada pahlawan-pahlawan dan rakyat itu!
Ada permintaan saya yang lain kepada Saudara-saudara: saya minta supaya konstitusi yang akan Saudara-saudara susun itu bukanlah tiruan atau saduran dari konstitusi-konstitusi yang telah ada di negeri-negeri lain. Benar kita harus belajar dari pengalaman-pengalaman bangsa-bangsa lain. Tapi, jangan meniru, jangan mengkopi begitu saja. Jangan dilupakan bahwa konstitusi yang akan disusun itu adalah untuk bangsa Indonesia, dan karena itu jiwa bangsa Indonesia, watak bangsa Indonesia, pribadi bangsa Indonesia haruslah membayang dalam konstitusi itu laksana bulan purnama membayang dalam air danau yang tenang. Saudara-saudara sebagai wakil-wakil rakyat harus tahu apa jiwa bangsa Indonesia itu, apa watak bangsa Indonesia itu, apa pribadi bangsa Indonesia itu!
Persoalan Indonesia hanya dapat dipecahkan dengan formula-formula kita sendiri bagi persoalan-persoalan nasional kita sendiri, maka kita akan teguh hati dan tidak bimbang-bimbang. Jikalau tidak, niscaya kita akan selalu bimbang terhadap segala keputusan yang kita ambil. Jikalau tidak, niscaya kita selalu diombang-ombingkan oleh apa yang kita lihat di negeri luar. Jikalau tidak, niscaya kita sealau diobat-abitkan oleh gelombang-gelombang, ”isme” yang meliputi suasana di negeri-negeri lain.
Kita perlu mempelajari sendiri dan menyadari sendiri ”phenomen Indonesia” sekarang ini, mempelajari apa yang hidup di Indonesia sekarang ini, dan apa yang tidak hidup di Indonesia sekarang ini. Selama kita belum mengerti apa yang normal, apa yang subnormal, apa yang supernormal dalam revolusi kita ini, maka sukarlah mencari perumusan yang harus kita tempuh selanjutnya untuk menyelesaikan revolusi kita ini.
Lincoln pernah berkata : ”We must first know what we are, where we are, and whither we are going, before saying what to do and how to do it”. Kita lebih dulu harus mengetahui apakah kita ini, dimanakah kita ini, dan kemanakah kita ini, sebelum kita berkata apa yang harus kita perbuat dan bagaimana kita harus berbuat”.
Konstitusi yang harus Saudara-saudara susun, janganlah bertentangan dengan realiteit yang hidup di Indonesia, dus jangan tiruan konstitusi orang lain atau saduran konstitusi orang lain. Ya, sudah barang tentu, konstitusi orang lain patut kita pelajari sedalam-dalamnya, tetapi konstitusi kita tak boleh sekedar kopi daripada konstitusi orang lain itu. Sebab kita bangsa Indonesia mempunyai kebutuhan sendiri, mempunyai watak sendiri, mempunyai kepribadian sendiri.
Sebagaimana bagi penyelenggaraan sosialisme di berbagai Negara, Vlakovitch berkata : “The different ways in achieving socialism in different countries with different characteristics is no more a luxury, but should be accepted as an axioma”. Cara berlain-lain untuk mencapai sosialisme di negeri-negeri yang mempunyai karakteristik yang berlain-lainan, bukanlah lagi satu barang kemewahan, tetapi haruslah diterima sebagai satu axioma”. Sebagaimana dus cara penyelenggaraan sosialisme diberbagai negeri adalah berlain-lainan, menurut karakteristik sendiri-sendiri, maka penyelenggaraan kehidupan nasionaal di berbagai Negara dengan keadaan berlainan haruslah juga menempuh jalan yang berlainan.
Lepaskanlah daya cipta Saudara-saudara dari pada mengekor kepada konstitusi-konstitusi orang lain! Misalnya dengan menyesuaikan konstitusi kita kepada kebutuhan Indonesia pada waktu-waktu sepuluh tahun atau dua puluh tahun yang akan datang, maka tentu kita tidak dapat mengoper demokrasi-liberal dari dunia Barat, dan tidak pula dapat mengimpor faham dictator dari dunia barat, dan tidak pula dapat mengimpor faham dictator dari dunia lain.
Apa yang dikatakan oleh demokrasi liberal? Apa yang dikatakan oleh liberalisme? ”Free enterprise dalam politik”, dengan ”equal opportunity for everybody”, “kebebasan bertindak dalam politik, dengan kesempatan yang sama buat semuaorang”. Akan tetapi, seperti juga dalam alam perdagangan, jika ”kesempatan yang sama” itu tidak dibarengi dengan ”kemampuan yang sama”, maka golongan yang lemah niscaya akan tertindas oleh golongan yang kuat.

Res Publika (4)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR
KONSTITUSI RES PUBLIKA (4)

Judul : SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI
RES PUBLIKA Pidato Presiden Soekarno pada Pembukaan
Konstituante, 10 Nopember 1956

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian.

Halaman 4 – 11
IDE

Halaman 11 – 16
Membina konstitusi

Halaman 16 – 21
Demokrasi

Apa yang dikatakan oleh demokrasi liberal? Apa yang dikatakan oleh liberalisme? ”Free enterprice dalam politik”, dengan ”equal oportunity for eveybody”,” kebebasan bertindak dalam politik, dengan kesempatan yang sama buat semua orang”. Akan tetapi, seperti juga dalam perdagangan, jika ”kesempatan yang sama” itu tidak dibarengi dengan ”kemampuan yang sama”, maka golongan yang lemah niscaya akan tertindas oleh golongan yang kuat.
Dalam alam penyelenggaraan demokrasi: satu suara bagi tiap warganegara, belum menjamin keadilan di segala lapangan. Dan nyata belum menjamin keadilan di lapangan ekonomi! ”Men kan de honger van een bedelaar niet stillen door hem onze constitutie in de hand te stoppen”. ”Orang tidak dapat menghilangkan rasa lapar dalam perutnya seorang pengemis dengan memberikan kepadanya kita punya kitab konstitusi”, demikianlah Fourrier pernah berkata.
Maka atas pertimbangan-pertimbangan inilah, saya persoonlijk merasa perlu golongan yang lemah mendapat perlindungan daripada golongan yang kuat, atau dengan kata lain: pemakaian demokrasi oleh golongan yang kuat harus dibatasi. Ini berarti, bahwa demokrasi kita untuk sementara haruslah demokrasi yang menjaga jangan ada eksploitasi oleh satu golongan terhadap golongan yang lain. Ini berarti bahwa demokrasi kita untuk sementara haruslah demokrasi terbimbing, demokrasi terpimpin, geleide democratie, yang dus tidak berdiri di atas-atasnya liberalisme.
Jika kelak emansipasi ekonomi dan emansipasi sosial Rakyat kita telah merata, dan sebagian besar daripada bangsa kita sudah dapat memakai demokrasi sebagai alat perjuangan dalam penghidupan masing-masing, maka sifat demokrasi kita dapat disesuaikan lagi kepada keadaan di masa depan itu.
Yang penting ialah, bahwa kita mengerti bahwa kita ini hidup dalam alam perpindahan atau transisi: perpindahan dalam alam kolonial ke alam nasional; perpindahan dari alam perbudakan ke alam kemerdekaan politis-ekonomi; perpindahan dari alam kemarin ke alam besok. Ya, perpindahan! Peralihan! Transisi! Dus gerak, bangkit, jalan, perubahan, beweging! Yang penting ialah bahwa kita ini disegala lapangan harus mampu berpikir secara transisi, secara bangkit, secara beweging! Yang penting ialah bahwa kita ini harus sadar bahwa kita tidak boleh berpikiran beku.
Bangsa dalam transisi membutuhkan cara berpikir secara transisi. Bangsa bangkit membutuhkan orang-orang yang pikirannya bangkit. Pikiran-pikiran klasik yang laku dalam negara-negara yang sudah tersusun, pikiran-pikiran yang demikian itu tidak berlaku bagi bangsa yang berada dalam geloranya proses transisi!
Bagi kita bangsa Indonesia, satu bangsa dalam Revolusi, Konstitusi dus harus merupakan satu alat perjuangan! Konstitusi yang saudara-saudara akan susun, tidak boleh merupakan satu statisch begrip, satu tulisan yang dianggap keramat belaka, satu tulisan yang dikemenyani tiap-tiap malam Jum’at, satu tulisan mati yang ditaruhkan dalam almari kaca atau ditaruhkan di mejanya profesor yang kepalanya botak. Tidak! Konstitusi kita harus Konstitusi perjuangan. Konstitusi yang memberi arah dan dinamik perjuangan, sebagai wahyu Cakraningrat memberi arah dan dinamik dalam perjuangan.
Konstitusi kita harus merupakan satu manifestasi daripada geloranya dan gegap gempitanya perjuangan kita mengubah satu tata kolonial yang mesum, menjadi tata nasional yang modern dan berbahagia. Konstitusi kita harus menjawab kepada keperluan-keperluan Indonesia pada waktu sekarang dan pada waktu dekat yang akan datang. ”The constitution is made for men, and not made for the constitution”, ”Konstitusi dibuat untuk keperluan manusia dan tidak manusia untuk keperluan konstitusi”, demikian seorang pejuang pernah berkata.
Kita, bangsa Indonesia sekarang ini, kita harus berkata: Konstitusi kita adalah konstitusi yang dibuat untuk keperluan manusia Indonesia yang sedang berjuang, dan tidak manusia Indonesia dibuat untuk keperluan konstitusi”.
Karena itu pula saya minta kepada Saudara-saudara, jangan Konstituante ini menjadi badan tempat berdebat bertele-tele! Perjuangan minta kesanteran. Perjuangan minta dinamik, perjuangan tidak mau mandek! Perjuangan akan berjalan terus, juga di luar tembok Konstituante ini, di atas kepala Saudara-saudara – over uw hoofden heen- jikalau Saudara-saudara tidak menyesuaikan diri dengan geloranya semangat perjuangan itu dan dengan santernya tempo perjuangan itu.
Konstituante bukan parlemen! Parlemen biasanya adalah badan dimana orang berdebat untuk memenangkan alirannya sendiri, ideologinya sendiri. Parlemen biasanya menjadi satu daripada jalan-jalan yang ditempuh orang untuk mendapat kekuasaan dalam pemerintahan. Kasarnya, parlemen biasanya adalah medan tempat berebut kekuasaan.
Malah, sebagaimana saya sinyalir baru-baru ini, Di Indonesia perebutan kekuasaan antara partai-partai sudah menjadi demikian sengitnya sehingga sebenarnya sudah membahayakan negara. Sehingga saya terpaksa memberi peringatan, kalau pemimpin-pemimpin partai tidak mengekang dirinya, tidak membatasi dirinya, situasi revolusioner pasti akan meledak, dan badai taufannya mungkin sekali akan menyapu roboh pemimpin-pemimpin itu sendiri!
Sekali lagi, Konstituante bukan parlemen. Parlemen biasanya adalah tempat untuk adu suara; Konstituante adalah badan untuk bermusyawarah merumuskan suatu hal yang sudah terang, yaitu sifat dan sikap hidup negara yang telah jadi pegangan batin bangsa dalam perjalanannya dalam sejarah.
Pegangan batin untuk bangsa, untuk seluruh bangsa, jadi bukan untuk satu individu, atau untuk satu golongan, atau untuk satu kelas, atau satu kasta. Pegangan batin untuk seluruh bangsa itu hanyalah bisa dicapai dalam synthese, dalam paduan yang lebih tinggi antara aliran-aliran dan keyakinan-keyakinan yang hidup di dalam masyarakat.
Parlemen adalah badan tempat bertempur dengan senjata rohani untuk mencari kemenangan; Konstituante adalah badan untuk bermusyawarah, dan dengan badan-badan rohani membangunkan jembatan kesatuan pendapat. Parlemen biasanya menjadi gelangang antithese; Konstituente adalah badan untuk ber-synthese.
Saya minta supaya konstituante ini jangan bersidang terlalu lama. Rakyat kita, pemuda-pemuda kita, menunggu dengan hati yang tidak sabar. Jangan mengulur-ulur waktu. Saya minta supaya Saudara-saudara kepada Saudara-saudara sendiri dan kepada seluruh rakyat memberi waktu ancer-ancer kapan konstitusi ini akan dapat selesai. Sidang konstituante akan bisa Saudara-saudara percepat kalau masing-masing anggota berniat dalam hatinya untuk menjalankan darma sejarahnya dengan seikhlas-ikhlasnya, untuk kepentingan seluruh bangsa, untuk kepentingan seluruh rakyat.
Saya minta supaya Saudara-saudara menginsyafi bahwa konstitusi adalah sumber bagi semua Undang-Undang yang akan dibentuk. Semua Undang-Undang yang dibentuk adalah seumpama rel-rel tempat kita berjalan untuk membawa negara kita ke tujuannya, yang tercantum dalam konstitusi negara. Jadi negara sendiri bukanlah tujuan. Negara adalah alat, meskipun alat yang penting, untuk mencapai suatu tujuan. Dalam tiap konstitusi yang modern adalah tercantum bahwa tujuan negara adalah untuk memelihara dan untuk mengembangkan kesejahteraan dan keselamatan warganegaranya. Sebab itu saya minta kepada Saudara-saudara, susunlah satu konstitusi dari mana Undang-Undang kesejahteraan akan mengalir laksana sungai mengalir dari sumbernya, tak terhalang-halang, bebas, dan memberi hidup!
Saya minta kepada Saudara-saudara supaya menyadari, negara kita ini kepunyaan siapa? Sepanjang perjalanan sejarah yang telah berabad-abad, tampaklah dengan amat jelasnya bahwa tiap negara di jaman yang lampau adalah negara kelas, negara yang dibangunkan oleh sesuatu kelas dan yang dikuasai oleh sesuatu kelas. Dalam negara kelas itu segala sesuatu ditujukan untuk memelihara dan mengembangkan keselamatan dan kekuasaan kelas yang berkuasa.
Negara feodal, negara yang dibangunkan oleh kaum feodal dan yang dikuasai oleh kaum feodal, negara itu bertujuan memelihara dan mengembangkan keselamatan dan kekuasaan kelas yang berkuasa, yakni kelas feodal.
Negara kapitalis, negara yang dibangunkan dan dikuasai oleh kelas kapitalis, negara itu bertujuan memelihara dan mengembangkan keselamatan dan kekuasaan kelas kapitalis.
Ini bukan pendapat kaum komunis atau kaum marxis saja. Hal ini diakui pula oleh misalnya Prof. Laski, yang sama sekali bukan komunis atau marxis. Dan memang prakteknya adalah demikian, meskipun teorinya tidak begitu. Konstitusi daripada tiap negara kelas adalah konstitusi yang menjadi sumber bagi Undang-Undang untuk memelihara dan mengembangkan keselamatan dan kekuasaan kelas yang berkuasa.
Tapi bagaimana halnya dengan negara yang kita proklamirkan pada 17 Agustus 1945 itu? Negara Proklamasi itu bukan negara kelas, bukan milik satu golongan, tetapi adalah negara kita bersama, dibangunkan dan dibela oleh kita bersama, dan sebab itu adalah milik kita bersama pula, milik seluruh bangsa. Negara kita bukan negara feodal, bukan negara kapitalis, bukan negara proletar, negara kita adalah negara milik seluruh rakyat dan tujuannya pun karena itu tidak boleh tidak haruslah keselamatan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Sebab itu, susunlah satu konstitusi yang mempimpin kepada kesejahteraan seluruh rakyat.

Res Publika (5)

KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA (5)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA Pidato Presiden Soekarno pada Pembukaan Konstituante, 10 Nopember 1956

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian.

Halaman 4 – 11
IDE

Halaman 11 – 16
Membina konstitusi

Halaman 16 – 21
Demokrasi

Halaman 21 – 26
Negara Indonesia Negara Republik

Negara kita berbentuk Republik. Saya minta supaya Saudara-saudara menyadari dengan sesungguhnya dan dengan semesra-mesranya apa arti “republik”. Ada yang berkata republik adalah negara yang kepalanya bukan raja, yang jabatannya atau kekuasaannya dapat diwariskan kepada keturunannya, dan yang disebut Presiden. Itu hanya menunjukkan yang zahir saja, tapi sama sekali belum menentukan isinya.
Saya minta Saudara-saudara renungkan dengan sesungguhnya apa makna ”republik”. Kata ”republika” asalnya ialah Res Publica, yang berarti kepentingan umum, bukan kepentingan satu individu, bukan kepentingan satu kelas.
Dalam banyak republik di jaman-jaman yang lampau, dan dalam beberapa republik yang baru saya lihat dengan mata sendiri dalam perjalanan saya keluar negeri baru-baru ini, maka negara-negara republik itu tidak berisi ”Res Publica” itu. Mereka hanya be-res-publica di lapangan politik. Mereka membikin padang politik jadi kepentingan bersama, jadi milik bersama, althans dalam teori. Di lapangan politik semua warganegara mempunyai hak yang sama dan kewajiban yang sama. Di lapangan politik semua warganegara dipandang sama. Tetapi mereka tidak menarik logika daripada makna ”Res Publica” itu terus sampai ke padang ekonomi.
Mereka tidak be-res-publica di padang ekonomi. Mereka yang berkuasa tidak mau menjalankan hak yang sama dan kewajiban yang sama bagi semua orang di lapangan ekonomi. Kekuasaan ekonomi tidak mau mereka akui sebagai milik bersama, jangankan di dalam praktek, di dalam teoripun tidak.
Mereka tidak be-res-publica di lapangan sosial, mereka tidak be-res-publica dilapangan kebudayaan. Kehidupan sosial dan pintu kebudayaan adalah tertutup bagi golongan yang tidak berkuasa.
Saya minta kepada Saudara-saudara, susunlah konstitusi di mana dengan seklebatan mata saja sudah bisa dilihat bahwa republik kita adalah benar-benar ”Res Publica”, adalah benar-benar ”Kepentingan Umum” yang berarti ”Kepentingan Bersama”.
Di lapangan politik kita harus ber-res-publica, di lapangan ekonomi kita harus ber-res-publica, di lapangan sosial kita harus ber-res-publica, di lapangan kebudayaan ber-res-publica. Pendek kata, disegala lapangan hidup kita harus ber-res-publica, harus menjadi Republikein seratus persen!
Saudara-saudara! Saudara telah sering mendengar perkataan saya bahwa Indonesia Merdeka adalah hanya sekedar jembatan emas. Jadi Indonesia Merdeka bukanlah tujuan terakhir. Buat pertama kali saya lahirkan teori jembatan emas ini dalam tahun 1928, dua puluh delapan tahun yang lampau. Banyak yang terjadi dan banyak pula yang berubah dalam waktu 28 tahun itu. Tetapi apapun yang terjadi dan apapun juga yang berubah, pendapat saya tentang jembatan emas itu tidak pernah berubah.
Dua puluh delapan tahun yang lampau saya sudah berkata bahwa di atas jembatan emas itu kita sebagai bangsa tidak boleh desak-mendesak, tidak boleh sikut-menyikut, tidak boleh tendang-menendang. Kita harus bersatu untuk menjaga supaya jembatan emas itu tiang-tiangnya jangan ditebang orang lain yang tidak rela melihat kita jadi bangsa merdeka, dan tidak rela melihat kita menuju satu tujuan yang gilang-gemilang di seberang jembatan emas itu. Sekarang ini, dalam tahun 1956 ini, sesudah 11 tahun merdeka, sekarang ini, pada bulan Nopember ini, pada hari ini, jam ini, menit ini, detik ini, kita masih sedang berada di atas jembatan emas itu.
Saya ulangi anjuran saya yang saya mulai keluarkan dua puluh delapan tahun yang lampau itu. Ya, bahkan sudah mulai saya keluarkan sejak saya mulai masuk ke medan pergerakan rakyat tiga puluh delapan tahun yang lampau. Jangan tendang-menendang, jangan saling sikut, jangan saling desak, jangan saling sengkelit, lihatlah musuh kita sedang berusaha untuk menendang tiang-tiang jembatan emas kita, musuh kita sedang berusaha untuk menebangi tiang-tiang negara kita itu.
Aksi-aksi subversif yang sering saya peringatkan kepada seluruh rakyat itu bukanlah fantasi, bukanlah karangan di malam tak bisa tidur. Aksi-aksi subversif itu ada, sebagaimana malam tak bisa tidur. Aksi-aksi subversif itu ada sebagaimana imperialisme pun masih ada. Imperialisme kolonialisme belum mati. Imperialisme kolonialisme masih tetap berusaha untuk merobohkan kemerdekaan kita. Jangan lupa bahwa Irian Barat belum merdeka. Dan apa yang terjadi baru-baru ini di Mesir, adalah tanda yang amat jelas bahwa imperialisme kolonialisme masih amat membahayakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika adalah masih seperti kemerdekaan kota yang dikepung musuh.
Di luar, musuh tetap mengintai, musuh tetap menunggu waktu untuk melakukan serangan, mengintai-intai kelemahan-kelemahan kita. Di dalam kota sendiri, mata-mata musuh, kaki tangan musuh, koloni kelima bekerja giat untuk melemahkan semangat, untuk melemahkan moral perjuangan, untuk memecah-belah, untuk mengajak berkhianat.
Berhubung dengan hal ini, sekali lagi dari tempat ini saya anjurkan kepada pemimpin-pemimpin partai, sehatkanlah konstelasi dalam negeri, kalau tidak situasi revolusioner akan datang dan meledak, dan badai-taufannya menumbangkan banyak perkara. Dan kepada Saudara-saudara, anggota-anggota Konstituante, saya pesankan, susunlah satu konstitusi yang tidak memungkinkan perpecahan bangsa karena terlalu banyak partai, yang dus bisa jadi pegangan batin bagi seluruh bangsa supaya dengan bersatu-kompak dapat menyeberangi jembatan emas.
Konstitusi Bandung haruslah kelahiran peradaban dari Revolusi Kemerdekaan kita ini, yang, sebagai semua revolusi-revolusi lain, mengenal pengalaman-pengalaman yang besar nilainya. Bagaimana pengalaman-pengalaman kita itu? Menyenangkankah? Menyedihkankah? Jadikanlah pengalaman-pengalaman itu pedoman untuk mengadakan koreksi kepada ketatanegaraan Indonesia dan koreksi kepada organisasi kepunyaan rakyat yang bernama partai politik.
Di medan pertempuran dulu rakyat berjuang dengan bulat bersatu padu berlindung kepada lambang kesatuan, sebagai pelaksana Jiwa Proklamasi 1945. Tetapi bagaimana keadaan di luar medan pertempuran?
Kebebasan berpartai bukanlah satu-satunya alat untuk memutar rodanya demokrasi. Dan tidak ada yang puas dengan berpuluh-puluh partai seperti sekarang ini. Konstituante Indonesia adalah wenang, wenang penuh, berwenang penuh, untuk meninjau dan memutuskan apakah partai dapat dipakai sebagai dasar demokrasi bagi masyarakat, parlemen, dan kabinet, dalam suasana Pembangunan ”Res Publica” yang diharapkan rakyatnya.
Perhatikanlah pengalaman-pengalaman dalam menjalankan wenang itu, sebab pengalaman adalah guru, adalah pedoman, adalah kemudi yang sangat berharga. Perhatikanlah pengalaman-pengalaman itu, sebab pengalaman yang tidak diperhatikan akan menjadi bumerang yang menghantam roboh kita sendiri!

Res Publika (6/Tamat)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR
KONSTITUSI RES PUBLIKA (6) (Tamat)
Judul :
SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI
RES PUBLIKA PidatoPresiden Soekarno pada Pembukaan Konstituante,
10 Nopember 1956

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian.

Halaman 4 – 11
IDE

Halaman 11 – 16
Membina konstitusi

Halaman 16 – 21
Demokrasi

Halaman 21 – 26
Negara Indonesia Negara Republik

Halaman 26 – 30
Pembangunan! Pembangunan Res Publica

Ya, Pembangunan! Pembangunan “Res Publica”! Konstitusi Bandung harus menjadi canangnya Pembangunan, canangnya Pembangunan “Res Publica”! Tidakkah saya tadi berkata bahwa Konstitusi kita harus menjadi alat perjuangan? Pembangunan “Res Publica” itu harus diberi dasar yang kuat dan kokoh di atas dasar Konstitusi, yang tidak mengabaikan pengalaman-pengalaman rakyat Indonesia dalam perjuangannya yang telah lampau, dan memperhatikan pula pengalaman-pengalamannya rakyat sedunia, terutama sekali sesudah Perang-Dingin yang Kedua.
Sesudah Konstituante Bandung, babakan Revolusi Pembangunan “Res Publica” yang amat hebat. Konstitusi Bandung menjadi fundamen ketatanegaraan; Program Pembangunan akan disusun oleh Rakyat sendiri di atas fondamen ketatanegaraan itu. Inilah hubungan antara Pembangunan dan Konstitusi.
Bekerjalah dengan cepat, dan bekerjalah dengan tepat. Cepat, sebab di jaman bom atom ini perjalanan segala sesuatu adalah cepat, deras, dan tangkas. Tepat, sebab sebagai saya katakan tadi, perjuangan rakyat akan berjalan terus, juga di luar tembok Konstituante ini, sedapat mungkin dengan Saudara-saudara, bila tidak mungkin: di atas kepala Saudara-saudara, over uw geeerde hoofden heen!
Dalam jumlah 1933, hampir dua puluh lima tahun yang lampau, saya pernah peringatkan kepada rakyat Indonesia yang berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme, bahwa di seberang jembatan emas jalan mungkin bercabang dua. Simpang kesatu akan membawa rakyat Indonesia ke alam kemodalan bangsa sendiri, ke alam kapitalisme nasional di mana hanya sekelompokan manusia yang berkuasa. Cabang yang satu lagi akan membawa seluruh rakyat ke dunia di mana kemakmuran dihasilkan bersama dan dinikmati pula bersama.
Banyak yang terjadi dan berubah dalam waktu dua puluh lima tahun itu. Tetapi pendapat saya tentang jalan mungkin bercabang dua di seberang jembatan emas itu, tidak berubah. Pendapat saya itu tetap. Malah, sebaliknya, dalam waktu-waktu terakhir ini saya dengan khawatir melihat tumbuhnya makin banyak calon-calon kapitalis kita, yakni orang-orang yang dalam sepak terjangnya di lapangan ekonomi terlalu mementingkan diri sendiri, tidak memelihara harmoni antara kepentingan dirinya dengan kepentingan seluruh bangsa.
Elemen-elemen borjuis kita memang pada umumnya berada dalam taraf-sejarah seperti sekarang ini, masih merupakan tenaga-tenaga yang progresif dan tenaga pemangku sejarah. Sebab itu mereka tidak mesti harus dilikwidir, tetapi haruslah dididik menyesuaikan, mengharmonikan kepentingan dirinya sebagai pengusaha dan pedagang dengan kepentingan seluruh bangsa. Tetapi sebagaimana, saya katakan tadi, dalam waktu akhir-akhir ini, saya kuatir melihat banyak dari mereka itu lupa akan keseimbangan antara kepentingan dirinya sendiri dengan kepentingan seluruh rakyat.
Sebab itu, saya minta kepada Saudara-saudara, susunlah satu konstitusi yang dapat mencegah tumbuhnya sistem kapitalisme di Indonesia. Susunlah satu konstitusi yang menutup jalan ke arah kapitalisme nasional. Sehingga kereta Revolusi kita, nanti kalau sudah sampai di seberang jembatan emas itu, bisalah dengan tak ragu-ragu lagi dan tak terhalang-halang lagi menuju ke dunia “Res Publica”, di mana Keselamatan dan Kesejahteraan menunggu seluruh bangsa, seluruh Rakyat, seluruh Manusia Indonesia.
Susunlah satu konstitusi yang menggembirakan dari seluruh Rakyat! Menggembirakan petani di sawah dan di ladang; menggembirakan buruh di bengkel dan di pelabuhan; menggembirakan pelaut dan nelayan di samudera; menggembirakan hati angkatan perang, pegawai polisi dan pamongpraja; menggembirakan hati angkatan muda yang masih belajar; menggembirakan hati angkatan tua yang telah berada di senja usia; menggembirakan hati angkatan kanak-kanak yang sedang bermain; menggembirakan wanita yang bekerja di rumah tangga; menggembirakan hati ibu yang baru melahirkan manusia baru. Pendek kata, susunlah satu konstitusi yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan seluruh Manusia Indonesia! Dan saya pun meminta kepada Saudara-saudara: susunlah satu konstitusi yang menjamin kebebasan beragama!
Saudara-saudara! Ketika imperialisme Napoleon berada di Mesir dan ia melihat piramida-piramida, berkatalah ia kepada angkatan perangnya: ”Lakukanlah kewajibanmu dengan sebaik-baiknya. Empat puluh abad melihat kepadamu!”
Bagi Saudara-saudara, bahkan bagi seluruh bangsa, pembukaan sidang Konstituante ini adalah saat yang berisi keagungan dan keluhuran, lebih agung dan lebih luhur, lebih suci daripada keagungan yang dituju Napoleon itu. Bukan piramida-piramida, bukan batu-batu yang tak bernyawa dan bisu, yang memandang kepada Saudara-saudara. Yang memandang kepada Saudara-saudara dengan mata yang penuh harapan ialah manusia-manusia yang berpikiran dan berperasaan. Mereka itu adalah bangsa Saudara-saudara sendiri, 80 juta jumlah, tersebar antara Sabang dan Merauke.
Telinga hati saya mendengar mereka berseru: berilah kami konstiusi yang menjamin kesatuan bangsa, kesatuan tanah air, kemerdekaan bulat, dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dan mata hati saya melihat pula roh pahlawan-pahlawan kita yang telah berkorban dan kini tak berbadan lagi. Dengan suara yang tiada bergema tapi sampai ke dalam telinga hati saya, mereka berkata: ”Pengorbanan kami jangan disia-siakan. Kami telah berkorban untuk persatuan bangsa, untuk kesatuan tanah air, untuk kedaulatan Negara Nasional yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Susunlah konstitusi untuk Negara itu, dan bukan untuk Negara baru atau Negara lain!”
Dan di sisi bangsa Indonesia itu, mata jiwaku melihat pula beribu-ribu juta manusia, yakni segala bangsa di permukaan bumi ini. Mereka berseru dengan seruan yang tak kedengaran oleh telinga-zahir tetapi sampai kedalam otak dan hati yang pandai mendengar: ”hai bangsa Indonesia, dari samudera Perang Dunia Kedua, yang berombak darah, berarus air mata, bergelombang penderitaan dan kesedihan itu, tangan perikemanusiaan dapat mengumpulkan beberapa butir mutiara yang berupa hak-hak Azazi Manusia. Dan segala bangsa yang ada di permukaan bumi ini, kamulah yang pertama sekali melekatkan mutiara-mutiara itu sebagai hiasan pada Revolusimu. Berilah dirimu sendiri sekarang satu konstitusi yang kilau-kemilau dengan mutiara-mutiara Hak-Hak Azazi Manusia itu, satu konstitusi yang dapat kamu banggakan, satu konstitusi yang dapat kami teladankan”.
Dan bukan empat puluh abad yang memandang kepada Saudara-saudara. Apa artinya empat puluh abad! Waktu, waktu yang tidak berawal dan tidak berakhir, yang sebagai samudera yang luas tiada berpantai dan dalam tiada berdasar, waktu yang menimbulkan semua kejadian dan menenggelamkan kembali semua kejadian, waktu memandang kepada Saudara-saudara. Tuhan sendirilah menyaksikan pembukaan Konstituante ini. Lakukanlah dharma sejarah Saudara-saudara dengan penuh pertanggung jawab kepada sejarah. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pemimpin yang membimbing semua niat, semua gerak, semua rasa, semua pikir, membimbing pikiran dan perasaan Saudara-saudara tetap di jalan yang benar, tetap di jalan yang diridhoi-nya.
Maka dengan ini, dengan resmi saya nyatakan sidang Konstituante dibuka!

kamar tidur Bung Karno (Almarhum)

Sabtu, Mei 30, 2009

Yang Muda

Yang Muda yang Pertama,
yang muda yang memenangkannya,

Yang Tua jadi nomor dua atau tiga tidak apa-apa
menerima kenyataan dengan apa adanya

Yang Muda memang pantas juara
Yang Tua memberi selamat aja

Yang Muda berjuang untuk juara
Yang Tua menjadi pembantunya

yang tua melatih yang muda
yang muda jadi juara

yang tua tidak minta apa-apa
yang muda memberinya piala

yang tua tidak minta apa-apa
yang muda mendoakannya

TERUSKAN OLEH YANG MUDA
PESAN DARI YANG TUA
TERUSKAN!

Yang Muda yang meneruskan
Yang Muda Memimpin

seperti pesan Yang Tua

Teruskan!
lanjutkan!...


PEMILIHAN NOMOR URUT PEMILU PRESIDEN 2009

Di urutan 1 ATAU 2 ATAU 3

Nomor yang disediakan untuk calon Presiden-Wapres tidak angka 1 semua, sehingga diadakan penentuan pengambilan nomor urut untuk nomor tiap pasangan.


Nomornya tentu saja sesuai dengan jumlah pasangan calon peserta pilpres, yaitu 3 nomor.

Sebelum pengambilan nomor, semua rakyat dan calon Presiden tidak mengetahui nomornya berapa.

Berdasarkan urutan pendaftaran calon peserta pilpres pasangan Jk-Win mendapat kesempatan mengambil nomor duluan, ternyata sebuah tabung, tidak seperti pengambilan nomor peserta pileg untuk partai.

Kesan selanjutnya "mewah",

minimal kesan saya saat melihat bungkus nomor-nomor dari masing-masing calon, dimana calon Megawati-Prabowo mengambil diurutan kedua dan diurutan terakhir mengambil pasangan SBY-Boediono.

Bungkusan berbentuk tabung sebesar bambu ukuran sedang dengan dilapisi warna batik coklat dan hitam, siapa yang mempunyai dua warna ini? KPU! jawab semua termasuk aku.

Setelah masing-masing mengambil kertas dari dalam tabung, barulah ketahuan,

Nomor urut Capres Pilpres 2009 :

Nomor urut 1 pasangan Megawati - Prabowo
Nomor urut 2 pasangan SBY - Boediono
Nomor urut 3 pasangan JK- Wiranto

Ini sejarah bangsa Indonesia di hari Sabtu, 30 Mei 2009 hari ini di kantor KPU Pusat Jakarta.

Terlepas dari komentar dan kerelaan masing-masing pasangan dan timnya, nomor urut 1 menjadi dambaan mereka sebelum mendapatkan nomor urutnya.

Meneruskan ke kursi presiden untuk calon Megawati-Prabowo!
Teruskan Megawati-Prabowo!
Dari urutan nomor 1 menjadi Nomor 1
Jangan bohongi rakyat, menuju kursi RI untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan RI.



Daftar Kekayaan Capres/Cawapres 2009

Komisi Pemilihan Umum (KPU) siang di kantor KPU, Jakarta, Jumat (29/5) mengeluarkan pengumuman mengenai hasil Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang telah melalui proses audit.

Tercatat calon wakil presiden Prabowo Subianto berada di peringkat pertama dengan jumlah kekayaan mencapai Rp 1.579.376.223.359 (1,5 trliun lebih) dan 7.572.916 dollar AS.

Sebelumnya Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani seusai melaporkan harta kekayaan di Direktorat Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung KPK, Jakarta, pada pertengahan Mei mengungkapkan,

"Jumlah kekayaan itu 65 persennya berupa aset perusahaan. Ada uang juga cash dalam bentuk rupiah dan dollar," kata Ahmad. Menurut Ahmad, jumlah perusahaan Prabowo sekitar 27 perusahaan termasuk yang di luar negeri. "Yang di sini (Jakarta) perkebunan dan pertambangan batu bara," paparnya.

Dijelaskan Ahmad, aset perusahaan Prabowo juga terdapat di Argentina dan Perancis berupa saham perusahaan. Selain itu, ia juga memiliki mobil ada sekitar 10 buah. "Mulai motor sampai Land Cruiser atau Lexus, tapi pesawat pribadi tak punya," ujarnya.

Selain itu, dikatakan Ahmad, ada beberapa aset yang berupa peternakan kuda, perkebunan, dan pertambangan. "Dollarnya ada di beberapa rekening, ada yang di Malaysia, jumlah dollarnya sekitar 12.000 dollar AS, 48.000 dollar AS, dan masih ada lagi," jelasnya lagi.

Berikut ini daftar kekayaan para capres dan cawapresnya:

1. Prabowo Subianto Rp 1.579.376.223.359 dan 7.572.916 dollar AS.

2. Megawati Soekarnoputri Rp 256,4 miliar

3. Jusuf Kalla Rp 314,5 miliar dan 25.668 dollar AS

4.Wiranto Rp 81,7 miliar dan 378.625 dollar AS.

5. Susilo Bambang Yudhoyono Rp 6,8 miliar dan 246.389 dollar AS

6. Boediono Rp 22 miliar dan 15.000 dollar AS

http://www.kabarinews.com

Kamis, Mei 28, 2009

Pertarungan 3 Mantan Jenderal TNI

3 Mantan Jenderal di Pilpres 2009 Wiranto, Panglima Dua Orde * Prabowo Subianto, Sang Bintang yang Fenomenal * SBY, Perwira Baret Hijau Lulusan Ranger AS


3 Mantan Jenderal akan bertarung dalam pilpres 2009. Dalam pilpres 2009, Wiranto maju sebagai cawapres mendampingi Jusuf Kalla. Di militer, Wiranto menjadi Panglima ABRI dua presiden, dalam pemerintahan Soeharto dan Habibie. Ia menjadi panglima ABRI orde baru dan bertahan hingga orde reformasi.
Wiranto merupakan lulusan AMN tahun 1968. Pria kelahiran Yogyakarta, 4 April 1947 ini kemudian mengikuti berbagai pendidikan yakni Susscarcab Infantri, Suslapa Infantri, dan Sekolah Staf dan Komando TNI AD serta Lemhanas.
Karir Wiranto mulai menanjak ketika menjadi ajudan Presiden Soeharto. Saat itu Wiranto berpangkat kolonel. Selama 4 tahun ia mendampingi Soeharto mulai 1989 hingga 1993. Saat itu menjadi ajudan presiden, merupakan tiket untuk mendapat promosi ke jenjang yang lebih tinggi.
Wiranto kemudian menjadi Kasdam Jaya lalu Pangdam Jaya. Setelah itu ia menjadi Panglima Kostrad, KSAD dan akhirnya menjadi Panglima ABRI. Karirnya mulus tanpa hambatan.
Peristiwa yang selalu diingat adalah saat Soeharto turun, Wiranto langsung berpidato. Intinya ABRI akan menjamin keselamatan mantan Presiden Soeharto. Wiranto pun dicap sebagai pengawal orde baru.
Sama dengan Prabowo, Wiranto pun selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa Mei 1998. Saat itu Wiranto dinilai tidak mampu menjaga stabilitas kemanan negara. Saat kerusuhan membakar Jakarta, Wiranto malah berada di Malang untuk serah terima pasukan pemukul reaksi cepat Kostrad.
Namun hal itu tidak berpengaruh pada karirnya. Habibie tetap mempercayainya untuk memegang jabatan Panglima ABRI. Wiranto naik untuk kedua kalinya menjadi Panglima ABRI. Saat itu Habibie mengabaikan usulan untuk mengangkat Soebagyo HS sebagai Panglima ABRI dan Prabowo Subianto sebagai KSAD. Habibie menilai Wiranto sebagai sosok yang jujur dan bermoral.
Di era Gus Dur, Wiranto menjabat sebagai Menkopolkam. Namun kemudian mengundurkan diri. Wiranto pun ikut bertarung dalam pilpres 2004, berpasangan dengan Salahuddin Wahid. Namun dikalahkan pasangan SBY-JK.
Dalam pilpres 2009, Wiranto kembali mencoba peruntungannya. Lewat Partai Hanura, Kini Wiranto digandeng Jusuf Kalla. Sang Jendral pun mencoba kembali ke Istana. (Dari berbagai sumber,DETIKCOM).

Prabowo Subianto, Sang Bintang yang Fenomenal

Tiga purnawirawan jenderal TNI AD akan bertarung dalam pilpres 2009. Duet Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto masih terus dikaji. Di militer, Prabowo merupakan perwira brilian dengan karir yang naik secepat kilat, namun runtuh dalam sekejap.
Prabowo Subianto Djojohadikusumo, lulusan akademi militer tahun 1974. Namanya tidak bisa dilepaskan dari Korps Baret Merah, Kopassus. Satuan paling elit milik TNI AD.
Prabowo meniti karirnya di Kopassus. Mulai dari komandan peleton hingga akhirnya menjadi Komandan Jenderal Kopassus dengan pangkat Mayor Jenderal. Sebagai perwira Kopassus, sudah tentu Prabowo sering keluar masuk hutan untuk bertempur. Pengalaman tempurnya tidak perlu ditanya. Mulai dari Timor-Timur hingga pedalaman Irian pernah dijalaninya.
Di mata anak buahnya Prabowo dikenal tegas dan berambisi. Tak jarang ia mengeluarkan dana dari kocek pribadi untuk biaya latihan anak buahnya. Prabowo juga dikenal dekat dengan anak buahnya. Tidak heran, banyak perwira maupun prajurit yang loyal padanya.
Prabowo mengembangkan Kopassus dari tiga grup menjadi lima grup. Termasuk mengembangkan satuan antiteror Kopassus yang disebut-sebut merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
Prabowo merupakan lulusan sekolah antiteror GSG di Jerman Barat. Selain itu ia mengecap pula pendidikan pasukan elit di Fort Braggs, AS.
Karir militer Prabowo dihabiskan di pasukan tempur. Hanya sekali ia menempati posisi non pasukan tempur saat menjadi Komandan Sesko ABRI di akhir karir militernya.
Putra begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini juga sempat memimpin pembebasan sandera di Mapenduma pada tahun 1996. Saat itu Organisasi Papua Merdeka pimpinan Kelly Kwalik menyandera 14 sandera orang peneliti ekspedisi Lorentz. 4 Diantaranya warga Inggris, 2 peneliti Belanda, dan sisanya peneliti dan penginjil warga negara Indonesia.
Saat itu Prabowo masih menjabat Komandan Kopassus berpangkat Brigadir Jenderal. Awalnya Prabowo berniat menyelesaikan penyanderaan ini melalui jalur perundingan. Tetapi hasilnya nihil, operasi militer pun segera digelar. Hasilnya, gabungan pasukan Kostrad dan Kopassus berhasil membebaskan sebagian besar sandera.
Menantu mantan Presiden Soeharto ini menjadi Letnan Jenderal termuda dalam usia 46 tahun. Jabatan bergengsi Panglima Kostrad telah disandangnya. Tinggal selangkah menjadi KSAD dan akhirnya mencapai posisi puncak militer, Panglima TNI. Tapi roda nasib berkata lain.
Prabowo tersandung isu pelanggaran HAM tahun 1998. Ia dicap dalang penculikan sejumlah aktivis. Prabowo pun terpaksa mengakhiri karir politiknya lebih cepat. Bintang paling bersinar di TNI AD ini pun mengakhiri pengabdiannya selama 24 tahun.
Prabowo kembali ke kancah politik nasional dengan menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Namun hanya 4,5 persen suara yang diraup partai berlambang Kepala Garuda ini dalam pemilu 2009. Ia masih harus memastikan tiketnya untuk bisa maju dalam pilpres 2009 dengan menggandeng PDIP.

SBY, Perwira Baret Hijau Lulusan Ranger AS
Tiga purnawirawan jenderal TNI AD akan bertarung dalam pilpres 2009. Salah satunya adalah Susilo Bambang Yudhoyono, perwira cerdas yang merupakan lulusan pelatihan pasukan elit Ranger AS.
Susilo Bambang Yudhoyono merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1973. Lulusan terbaik di angkatannya. SBY dikenal sebagai tentara yang berotak encer. Banyak yang menganggap SBY bukan perwira tempur, melainkan perwira kantoran. Pendapat ini sebenarnya kurang tepat.
SBY besar di lingkungan Kostrad. Di tubuh korps baret hijau ini, Ia meniti karirnya dengan menjadi Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad tahun 1974-1976. Yonif Linud 330 merupakan batalyon elit di tubuh Kostrad. Batalyon inilah yang menembak mati Kahar Muzzakar dalam pemberontakan DI TII di Sulawesi pada tahun 1960an. Anggota batalyon ini juga harus memiliki kualifikasi terjun payung.
Di Kostrad, karir militernya terus menanjak. Mulai dari komandan peleton, komandan batalyon hingga Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad.
SBY juga sempat menjadi Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Lalu menjadi Kepala Staf Kodam Jaya pada tahun 1996. Dilanjutkan menjadi Pangdam II/Sriwijaya pada tahun 1996-1997. SBY pun sempat menjadi Ketua Fraksi ABRI dan akhirnya menjadi Kepala Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
SBY juga sempat menjajal ganasnya medan pertempuran di Timor Timur. Saat itu SBY menjadi Komandan Peleton di Yonif 305 Kostrad tahun 1976-1977.
SBY juga mengenyam berbagai pendidikan pasukan khusus di luar negeri. Sebut saja pendidikan pasukan khusus AD AS Ranger di Fort Benning. Ranger merupakan satuan elit andalan AS untuk mobilisasi pasukan secara cepat dan tepat.
Menantu komandan legendaris RPKAD, Sarwo Edhie Wibowo ini pernah juga merasakan Jungle Warfare School, Panama tahun 1983. Kursus peperangan hutan untuk pasukan elit. Selain itu SBY juga menyelesaikan Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman.
Dari segi pendidikan dan karir militer, SBY memiliki karir yang lengkap di pasukan tempur dan jabatan teritorial.
SBY meniti karir politiknya dengan menjadi Mentamben pada masa pemerintahan Gus Dur kemudian menjadi Menko Polkam pemerintahan Megawati. SBY akhirnya menjadi Presiden RI ke-6. Untuk mempertahankan kekuasaannya, kini SBY harus melawan dua purnawirawan jenderal lainnya Prabowo dan Wiranto dalam pilpres 2009. (Dari berbagai sumber). (Detikcom/x)

Calon Wapres Ibu Megawati

PROFIL PRABOWO

Nama:
Prabowo Subianto
Lahir:
Jakarta, 17 Oktober 1951
Agama:
Islam

Pendidikan:
SMA: American School In London, U.K. (1969)
Akabri Darat Magelang (1970-1974)
Sekolah Staf Dan Komando TNI-AD

Kursus/Pelatihan:
Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (1974)
Kursus Para Komando (1975)
Jump Master (1977)
Kursus Perwira Penyelidik (1977)
Free Fall (1981)
Counter Terorist Course Gsg-9 Germany (1981)
Special Forces Officer Course, Ft. Benning U.S.A. (1981)

Jabatan:
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998)
Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998)
Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998)

Jabatan Sekarang:
Ketua Umum HKTI periode 2004-2009

Komisaris Perusahaan Migas Karazanbasmunai di Kazakhstan

Presiden Dan Ceo PT Tidar Kerinci Agung (Perusahaan Produksi Minyak Kelapa Sawit), Jakarta, Indonesia

Presiden Dan Ceo PT Nusantara Energy (Migas, Pertambangan, Pertanian, Kehutanan Dan Pulp) Jakarta, Indonesia

Presiden Dan Ceo PT Jaladri Nusantara (Perusahaan Perikanan) Jakarta, Indonesia

Rabu, Mei 27, 2009

JENDERAL TNI (PURN.) WIRANTO

JENDERAL TNI (PURN.) WIRANTO:
Jabatan adalah Alat Melakukan Kebajikan

Oleh : Irwan Sutjipto
17-Okt-2007, 14:49:58 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Joseph W. Prueher, Panglima Komando Pasukan AS di Pasifik, pada 1998
menuliskan “Untuk Jenderal ketahui, kekaguman saya kepada Jenderal begitu besar karena Jenderal telah berhasil menciptakan suatu kondisi dan melaksanakan peralihan kepemimpinan dengan tertib di Indonesia dan dengan cara yang selalu berpijak kepada konstitusi. Padahal, sebulan yang lalu hanya beberapa orang saja yang berpikiran bahwa Jenderal akan mampu melaksanakannya.” (Dari catatan Jenderal Purnawirawan Wiranto, Bersaksi di Tengah Badai, 2004). Ini adalah satu kutipan untuk menunjukan bahwa lelaki bersuara emas ini tidak hanya populer di dalam negeri, tapi juga dikenal baik oleh berbagai kalangan di luar negeri. Tokoh yang satu ini memang sudah tidak diragukan lagi kepopulerannya.

Terlahir sebagai anak keenam dari sembilan bersaudara dengan nama Wiranto di Yogyakarta pada 4 April 1947. Ayahnya, RS Wirowijoto, adalah seorang guru sekolah dasar, dan ibunya bernama Suwarsijah. Pada usia sebulan, bayi Wiranto dibawa pindah oleh orang tuanya ke Surakarta akibat agresi Belanda yang menyerang kota Yogyakarta. Di Surakarta inilah ia kemudian bersekolah hingga menamatkan Sekolah Menengah Pertama.

Di usia sekolah, suami dari Hj. Rugaiya Usman, SH ini menekuni ilmu arsitektur agar kelak menjadi seorang arsitek. Namun, akibat kekurangan biaya pendidikan untuk meneruskan belajar arsitektur ke tingkat yang lebih tinggi, maka ia akhirnya memutuskan untuk masuk Akademi Militer Nasional di Magelang dan menamatkan program pendidikan militernya pada tahun 1968. Selepas pendidikan AMN, ia kemudian ditugaskan di Sulawesi Utara. Wiranto memulai karirnya dari menjabat sebagai Komandan Peleton hingga nantinya menjadi Komandan Bataliyon Infantri di propinsi ini pada tahun 1982.

Perjalanan karir purnawirawan TNI yang hobi bermain bulu tangkis itu semakin bersinar ketika ia dipindahkan ke Markas Besar TNI selama dua tahun, sebelum akhirnya bergabung di Kostrad sebagai Kepala Staf Brigade Infantri IX Jawa Timur. Dua tahun di sana, pada 1987 ia dialihtugaskan kembali ke Jakarta sebagai Deputi Asisten Operasi Kepala Staf Kostrad. Setelah menjadi Ajudan Presiden pada 1989-1993, berturut-turut kemudian mantan Perwira Tinggi yang telah menelurkan beberapa album solo lagu-lagu perjuangan Indonesia, ini menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jaya, 1993-1994, Panglima Kodam Jaya, 1994-1996, Panglima Kostrad, 1996-1997, Kepala Staf TNI-AD, 1997-1998, dan akhirnya mencapai karir militer tertinggi sebagai Panglima TNI pada Februari 1998 yang dijabat sampai 1999.

Menilik posisi-posisi penting yang diemban tersebut pada tahun-tahun genting perpolitikan di negara ini, maka tidak heran jika ia adalah salah satu tokoh paling penting dan menentukan arah perjalanan negara Indonesia kala itu. Banyak orang berspekulasi tentangnya, tapi sejarah telah membuktikan bahwa Wiranto hadir di saat yang tepat bagi suatu pergeseran dramatis bangsanya. Bagaimana tidak, kehadirannya mengawal pergolakan hebat di panggung politik Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang tentu membawa implikasi dan biaya sosial yang tinggi, telah memberikan warna tersendiri bagi peralihan sebuah rezim kepada pemerintahan baru yang secara umum dapat dikatakan berjalan baik, lancar, terhindar dari keadaan chaos yang amat dikuatirkan semua kalangan.

Wiranto juga berhasil meredam kepentingan dan ambisi pribadi dan kelompoknya dalam situasi sulit bagi Soeharto di masa keruntuhan pemerintahannya. Padahal, jika ia mau, Wiranto sangat mungkin menjadi rezim diktator berikutnya dengan memanfaatkan instruksi presiden tentang KOPKKN (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Nasional) yang oleh banyak pihak dapat disamakan dengan Supersemar, surat sakti yang telah digunakan Soeharto menumbangkan Soekarno di tahun 1966.

Pada titik-titik itu, sesungguhnya Wiranto telah mengukir karyanya di lembaran sejarah negeri ini. Ia telah melakukan pilihan yang sulit secara tepat, sehingga Indonesia terhindar dari model pemerintahan otoritarian militer seperti yang terjadi di Myanmar baru-baru ini.

Peran aktifnya di lingkungan pemerintahan nasional yang kemudian masih berlanjut hingga ke
kepemimpinan pasca orde baru, yakni Kepreseidenan BJ. Habibi, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri, menunjukan betapa komitmen dan kecintaan Wiranto amat besar untuk keselamatan dan keutuhan negara Indonesia. Dari perjalanan hidup sebagai seorang militer sejati, dengan berbagai lika-liku persoalan negara yang dihadapi Wiranto, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura (Partai Hati Nurani Rakyat), teramat banyak hal yang dapat didengar dan dipelajari untuk menjadi sebuah refleksi hidup setiap anak bangsa ke masa depan. Berikut ini adalah penuturannya kepada Redaksi KabarIndonesia tentang berbagai hal mulai dari kiat keberhasilan karirnya, visi dan misinya, hingga kepada pandangan-pandangan dan idealisme kepemimpinan yang dibutuhkan bangsa ini.

KabarIndonesia (KI): Perjalanan karir Bapak yang relatif panjang hingga ke tingkat paling tinggi di institusi TNI, yang sudah pasti penuh tantangan dan hambatan di sana-sini, telah menginspirasi kami untuk mengetahui di mana letak rahasia keberhasilan Bapak. Bisa diceritakan?

Wiranto (W): Sebenarnya bukan rahasia dan sebetulnya saya ingin sekali menyampaikan prinsipprinsip yang saya pergunakan selama saya bekerja dan syukur kalau lalu dikatakan itu merupakan rahasia keberhasilan saya. Namun paling tidak harapan saya hal ini bisa menjadi sesuatu yang berguna bagi teman-teman yang lain, terutama kepada generasi muda kita agar mereka bisa mempraktekkannya dalam karir profesional mereka.

Pertama, saya selalu mencoba untuk menyelesaikan proses yang saya sebut sebagai kematangan jabatan atau kematangan kompetensi. Maksud saya, setiap menerima suatu jabatan apapun, saya selalu mencoba untuk mempelajari dan mengejar, mengakselerasikan kemampuan saya agar bisa mencapai kompetensi yang dituntut oleh deskripsi jabatan tersebut.

Akselerasi kemampuan ini penting sekali agar paling tidak saya bisa memenuhi tuntutan jabatan itu dan syukur-syukur bisa melampaui kriteria-kriteria kompetensi yang diharuskan.

Yang kedua, saya selalu mencoba untuk menempatkan diri sebagai problem solver atau pemberi
solusi, bukan problem maker atau pembuat masalah. Hal ini berkaitan dengan perjalanan karir saya di militer di mana saya selalu mendapat tugas sebagai komandan, dan sebagai komandan atau commander, saya selalu mesti menjadi pengambil keputusan berdasarkan informasi, analisis dan simulasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan terbaik dengan dibantu para staf saya. Dalam situasi itu, saya selalu menempatkan diri sebagai pengambil keputusan yang baik.

Seorang pengambil keputusan yang baik itu mesti percaya kepada para staf yang memberikan
informasi dan analisa-analisa kondisi lapangan atau kejadian dan kemungkinan-kemungkinan terbaik yang bisa diperkirakan. Ketika keputusan itu diambil, baik itu berdasarkan hasil input dari para staf atau dari kebijaksanaan sang pengambil keputusan sendiri, maka si pengambil keputusan itu mesti berani menghadapi segala resiko, konsekwensi atau akibat dari keputusan yang telah diambil itu tanpa lalu menyalahkan para staf yang telah memberikan bantuan dan informasi kepadanya. Inilah yang selalu saya coba terapkan, bukan hanya dalam karir kemiliteran saya namun juga dalam kehidupan pribadi saya.

Nah, mungkin dengan komitmen dan keteguhan saya untuk selalu mencoba mengambil keputusan terbaik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi tanggung-jawab saya sebagai seorang commander itu telah menghasilkan suatu apresiasi dalam bentuk peningkatan karir saya dari para penentu jabatan sehingga saya bisa meniti karir sampai mencapai tingkat puncak di institusi Tentara Nasional Indonesia.

KI: Apa resep yang dapat disampaikan kepada generasi penerus?
W: Resepnya sederhana saja, ketekunan dan kerja keras.
Ketekunan secara teoritis merupakan suatu modal besar, dengan ketekunan belajar bidang ilmu
apapun, seseorang akan bisa menjadi cerdas dan menguasai bidang ilmu apa pun yang dia tekuni itu.

Namun, kecerdasan akan bidang ilmu itu atau kecerdasan keilmuan itu tidaklah berguna jika sekedar menjadi teori dan kecerdasan semata. Untuk itu, kecerdasan dan penguasaan keilmuan itu butuh aplikasi atau perlu diterapkan, dan dalam rangka penerapan ini lah dibutuhkan kerja keras atau keberanian untuk bekerja dengan sungguh-sungguh.

Era globalisasi ini adalah jaman yang penuh kompetisi, dan kompetitor sejati akan dengan gigih
berkompetisi dan mencoba meraih kemenangan-kemenangan di bidangnya masing-masing. Dan bagi pribadi-pribadi yang lemah, yang tidak memiliki kegigihan untuk bekerja keras, bukan saja kegagalan yang akan mereka peroleh, tapi tersingkir dan kalah dalam bidang yang mereka tekuni, yang tentu saja akan mengarahkan mereka pada kehancuran. Saat ini kita bisa menyaksikan betapa ketatnya persaingan antar pribadi dan persaingan antar negara, upaya-upaya untuk saling mencari kekurangan pihak lain. Upaya-upaya untuk meraih keuntungan dari kelemahan atau kekurangan pihak lain itu demikian keras dan sengitnya, sehingga kalau generasi muda kita tidak melatih dirinya sejak dini, akan sangat mungkin di masa depan negeri kita ini akan kalah dan tersingkir. Jadi, dua kata itu adalah kunci, ketekunan dan kerja keras.

KI: Bapak mempunyai moto yang sangat tepat sekali yakni Kenyang, Tentram dan Aman. Bagaimana realisasinya?

W: Sebetulnya moto itu adalah sesuatu yang sangat sederhana dan merakyat. Semua orang dapat dengan mudah mengetahui itu dengan baik. Saya menyuarakannya kembali agar bisa menjadi suatu suara hati nurani kita bersama. Namun, kalau lontaran pertanyaan itu disampaikan ke saya tentu saya mesti bertanya kembali, sebab untuk menjawab itu saya mesti memposisikan diri sebagai apa atau siapa? [Tertawa bersama]

Kalau saya diminta untuk memposisikan diri saya sebagai government atau pemerintah yang dalam hal ini bukan saya, tentu saya tidak bisa memberikan jawaban, namun kalau saya diminta untuk memposisikan diri sebagai ketua partai politik, moto itu adalah merupakan suatu konsep, suatu inspirasi agar bisa kembali direnungkan dan syukur-syukur kalau lalu bisa disusun suatu strategi yang diharapkan bisa memberikan suatu arahan yang lebih jelas kepada bangsa ini yang sesunggunya membutuhkan dan mengidam-idamkan tiga hal itu tadi: kenyang, tentram dan aman (KTA).

Katakanlah itu semacam himbauan kepada para pemimpin negeri ini yang agar bisa mengingat
kembali misi yang mereka emban ketika mereka secara konstitusional telah terpilih untuk menjadi wakil atau representasi rakyat dalam memimpin negeri ini, entah itu di lembaga eksekutif, legislatif.

Kenyang, tentram dan aman itu merupakan suatu kebutuhan normatif bagi bangsa ini dan tentu
merupakan suatu hal yang wajar jika itu mesti diwujudkan. Sebagai suatu misi yang harus
diwujudkan, yang pertama sekali dibutuhkan adalah konsistensi. Konsistensi berarti adanya
keteguhan, kegigihan dan kemantapan hati untuk mewujudkannya dengan menghadapi semua
tantangan dan rintangan maupun godaan yang akan selalu muncul dalam upaya mewujudkan
tercapainya misi itu. Entah itu dalam bentuk tekanan-tekanan dari pihak lain, intervensi kepentingan, masalah dana dan lain-lain. Namun, kalau para pemimpin kita tetap memelihara ke konsistenannya dan dengan gigih terus memperjuangkan tercapainya tujuan itu tentu sasaran itu bisa dicapai.

Yang kedua adalah transparansi atau keterbukaan, kejujuran. Sebagai representasi dari rakyat, para pemimpin yang ada baik di lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif, tentu tidak layak kalau kemudian terjebak pada kebohongan publik untuk sekedar mempertahankan jabatannya. Mereka harus transparan kepada rakyat, apa yang mereka lakukan atau pertimbangkan dalam menentukan kebijakan-kebijakan publik. Rakyat harus tahu apa dasar argumentasi pengambilan kebijakankebijakan publik tersebut sebagai bagian dari pertanggunjawaban mereka kepada rakyat atau publik yang telah memilih mereka, misalnya menaikkan harga bahan bakar minyak di dalam negeri, rakyat harus tahu dengan jelas apa alasan menaikkan harga bahan bakar minyak; di musim panen beras, pemerintah tetap melakukan import beras dari luar negeri, rakyat harus diberitahu alasan pemerintah untuk mengimpor beras agar kepercayaan rakyat kepada pemerintah tetap terpelihara.

Yang ketiga, adanya kepastian hukum dan birokrasi, yang sesungguhnya merupakan suatu dasar atau alasan yang mendasari terbangunnya stabilitas suatu negara. Logikanya, kalau negara gagal mewujudkan suatu kondisi stabil melalui kepastian hukum dan birokrasi, hanya akan menimbulkan kesengsaraan rakyatnya karena kesemrawutan sistem. Di antaranya investasi dari luar tidak akan berani masuk, investasi dalam negeri stagnant, yang pada akhirnya akan merusak tatanan perekonomian kita.

KI: Bapak saat ini tetap peduli dengan usaha perbaikan dan pembanguan negeri kita, yakni terlihat dari usaha Bapak mendirikan Partai Hanura. Bisa dijelaskan di mana kelebihan partai Hanura dibanding partai-partai besar lainnya?
W: Saya tidak ingin membahasakannya sebagai kelebihan, lebih elok dikatakan sebagai perbedaan Partai Hanura dibandingkan dengan partai yang lain. Mari kita coba lihat dari niatan atau obsesi dari pendirian Partai Hanura.

Pertama, secara umum niatan mendirikan partai itu adalah untuk memperoleh posisi atau jabatan dipemerintahan, sebagai lahan atau kendaraan untuk memperoleh kekuasaan atau jabatan-jabatan tertentu, sementara Partai Hanura didirikan sama sekali bukan niatan seperti itu, namun lebih pada adanya suatu keprihatinan, kepedulian yang mendalam akan nasib bangsa ini. Kepercayaan yang telah sedemikian lunturnya kepada partai-partai politik yang ada karena seringkali janji-janji politik yang dilontarkan sebelum pemilihan umum, tidak pernah diwujudkan. Dengan bahasa puitis sering saya mengatakan, bahwa ruang batin masyarakat, telah diisi oleh ketidakjujuran dan pengingkaran para politisi terhadap janji-janji politik mereka. Munculnya calon-calon independen, pertambahan jumlah pemilih yang tidak memilih atau golongan putih lebih meyakinkan akan hal itu.

Kalau kondisi ini terus dibiarkan, maka, partai politik yang merupakan instrumen dari demokrasi ini akan menjadi tidak berarti, tidak bermakna. Di sinilah kami mencoba untuk melakukan pendekatan baru untuk membangun kepercayaan publik kepada partai politik, dengan paradigma baru dalam berpolitik yaitu dengan mengedepankan hati nurani. Kami akan bergerak dengan mengandalkan hati nurani, mengetuk hati nurani rakyat agar bersedia bersama-sama dengan partai politik kami untuk mewujudkan harapan-harapan yang terabaikan selama ini.

Dalam Partai Hanura ini kami mempraktekkan azas kekeluargaan dan kebersamaan dalam arti yang sesungguhnya. Problem-problem partai yang biasanya sulit untuk dipecahkan, bisa kami atasi dengan mudah secara bersama-sama melalui kebenaran hati nurani.

Selain itu, terutama dalam mengendalikan partai ini, kami tetap menjunjung tinggi asas demokrasi, semua boleh memberikan pandangan, saran dan argumentasi dan bahkan berdebat untuk mempertahankan pandangan dan pendiriannya. Namun ketika telah didiskusikan secara terbuka dan telah diambil keputusan, maka semua mesti menerima dan menjalankan keputusan tersebut tanpa ada penolakan, pengingkaran dan apa lagi sampai ada pengkhiantan atas keputusan tersebut. Ini suatu proses yang kami coba dan terus kembangkan di dalam internal partai kami, katakanlah sebagai suatu proses pendidikan untuk membangun dan memelihara sebuah komitmen bagi internal partai kami.

KI : Apa sesungguhnya arti jabatan bagi Bapak?
W: Bagi saya, jabatan itu bukanlah suatu hak pribadi. Oleh karena itu, jabatan itu bukanlah sesuatu yang boleh dinikmati apa lagi sampai dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pribadi dan kelompok tertentu saja. Jabatan itu lebih merupakan suatu peluang atau kesempatan dari Yang Maha Kuasa melalui negara yang kita pergunakan sebagai instrumen atau alat untuk berbuat kebajikan bagi sesama.

KI : Jadi, dengan jabatan ini Bapak bersedia menjadi pelayan rakyat, melayani rakyat?
W: Ya tentu, dan memang mesti begitu.
KI: Apakah Bapak akan mencalonkan diri menjadi presiden pada pemilihan 2009?
W: Secara formal, partai kami belum membicarakan masalah pencalonan presiden, partai ini baru berusia delapan bulan, baru menjalani proses konsolidasi organisasi, kami sedang menyusun pengorganisasian di seluruh Indonesia, dari DPP (Dewan Pimpinan Pusat), sampai yang paling bawah setelah melalui propinsi, kabupaten, kota, kecamatan sampai RT-RW. Ini baru kita susun, orientasinya ke sana. Kami tidak ingin terganggu dengan urusan lain dulu. Soal berapa persen persen kemenangan partai, kapan mengajukan calon presiden, itu bisa menyusul tatkala kita telah melihat dengan pasti perkembangan partai ini pada saat-saat nanti menjelang pemilihan umum.

Sesi wawancara ini berakhir dengan dialog santai di ruang kerja lelaki murah senyum itu. Sempat tercipta diskusi hangat diselingi derai tawa, bersahabat, dan sangat membumi. Ada dialog batin yang muncul di antara renungan rekam jejak seorang patriot bangsa. Sebuah kesan mendalam yang menyentuh tataran nurani dan makna yang menjadi kerangka berpikir bersama KabarIndonesia dan Partai Hanura yang sama-sama ingin menyuarakan suara hati nurani rakyat dengan cara dan media masing-masing. Selamat berjuang Pak Wiranto dan Partai Hanura!

Data Pribadi:
Nama : Wiranto
Lahir : Yogyakarta, 4 April 1947
Agama : Islam
Pangkat : Jenderal TNI (Purn.)
Nama Isteri : Hj. Rugaiya Usman, SH
Pendidikan:
Akademi Akademi Militer Nasional, lulus 1968
Sussar Para 1968
Sussarcab Infantri 1969
Susjur Dasar Perwira Intelijen 1972 (Lulus Terbaik)
Suslapa Infantri 1976 (Lulus Terbaik)
Suspa Binsatlat 1977 (Lulus Terbaik)
Sekolah Staf dan Komando TNI AD 1984 (Lulus Terbaik)
Lemhanas 1995 (Peserta Terbaik)
Karir Militer:
Korps Kecabangan Infantri 1968
Komandan Peleton Yonif 713 Gorontalo, Sulawesi Selatan
Komandan Yonif 712 1982
Karo Tiknik Dirbang 1983
Kadep Milnik Pusif 1984
Kepala Staf Brigade Infanteri IX, Jawa Timur 1985
Wakil Asisten Operasi Kepala Staf Kostrad, Jakarta 1987
Asisten Operasi Divisi II Kostrad, Jawa Timur
Ajudan Presiden 1989-1993
Kasdam Jaya 1993-1994
Pangdam Jaya 1994-1996
Panglima Kostrad 1996-1997
Kepala Staf Angkatan Darat 1997-1998
Panglima ABRI 1998-1999
Karir di Pemerintahan:
Menhankam/Pangab 1998 (Kabinet Pembangunan VII)
Menhamkan/Pangab/Pang TMI 1998-1999 (Kabinet Reformasi Pembangunan – Habibie)
Menko Polkam, 1999-2000 (Kabinet Persatuan Nasional – Gusdur)
Kepangkatan:
1. Letnan Dua (LETDA), 1968
2. Letnan Satu (LETTU), 1971
3. Kapten, 1973
4. Mayor, 1979
5. Letnan Kolonel (LETKOL), 1982
6. Kolonel, 1989
7. Brigadir Jenderal (BRIGJEN), 1993
8. Mayor Jenderal (MAYJEN), 1994
9. Letnan Jenderal (LETJEN), 1996
10. Jenderal, 1997

MLS

MLS
multi level sedekah

Mengenal Tambang Lebih Dekat

SATU JARINGAN,MULTI BISNIS!

Entri Populer