Arsip Blog

Minggu, Mei 31, 2009

Res Publika (2)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA (2)

Judul : SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI
RES PUBLIKA
Pidato pada Pembukaan Konstituante, 10 Nopember 1956
Sumber : Buku berjudul Bung Karno Demokrasi Terpimpin, Milik Rakyat
Indonesia (Kumpulan Pidato)
Penulis Buku : Wawan Tunggul Alam, SH.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 1 – 30

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian. (posting 1)

IDE
Halaman 4 – 11

Dan, Saudara-saudara, marilah kita bertanya : untuk apa mereka itu mati? Mereka mati untuk suatu “Ide”. Untuk satu cita-cita, yang lebih besar dan lebih langgeng daripada mereka yang gugur itu.
Dan apakah ide itu, yang demikian besar pesonanya, sehingga orang untuknya rela untuk menerima maut, sehingga bapak rela meninggalkan anaknya, suami rela meninggalkan istri, anak rela meninggalkan ibu, pemuda rela meninggalkan pemudi. Apakah ide itu?!
Ide itu adalah ide Negara Nasional Indonesia, ide Republik Kesatuan, yang kita proklamirkan 17 Agustus 1945. Untuk ide inilah mereka yang telah mati itu melepaskan nyawa.

Ide adalah satu zat yang ghaib, yang tidak dapat dinyatakan dengan tegas, dengan kata-kata, tapi hanyalah dapat dirasakan dengan amat mesranya oleh jiwa dan hati yang mendapat wahyu daripadanya. Ambillah misalnya pengertian tanah air Indonesia. Materinya terjadi daripada tanah, batu, pohon, rumpur, air. Apakah kita berjuang untuk benda-benda materi itu? Untuk tanah? Untuk batu? Untuk pohon? Untuk rumput? Untuk air? Tidak! Kita berjuang untuk ide yang berdiri di balik semua benda materi itu. Ambillah misalnya Bangsa Indonesia yang terdiri dari 80 juta individu yang mempunyai 80 juta nama. Apakah kita berjuang untuk individu-individu itu, untuk nama-nama itu?
Ya tentu kita ingin melihat bahwa si A atau si B dan si C dan selanjutnya hidup selamat. Tapi mereka ini sebagai makhluk-makhluk yang fana pada akhirnya toh akan lenyap juga. Tidak, kita bukanlah berjuang terutama sekali untuk individu-individu yang fana itu, malainkan untuk ide bangsa yang megah kuasa berdiri dibalik orang-orang Indonesia yang 80 juta itu.

Ambillah misalnya bendera nasional kita sang Merah Putih. Itukan hanya sepotong kain yang dapat dibeli di saban toko! Tapi apa sebabnya kita merasa terhina, dada kita berombak-gelombang dengan perasaan-perasaan amarah, kalau kita melihat atau mendengar bendera itu dihina orang? Pada hari-hari permulaan revolusi, ketika untuk menggelorakan semangat, bendera kita itu dipasang disetiap rumah dan kita kibarkan disetiap kantor-kantor resmi. Dan beberapa orang Jepang dan beberapa orang Belanda mau menurunkan bendera-bendera itu, maka pemuda-pemuda kita tidak segan dan tidak gentar untuk menghantam orang-orang Jepang dan orang-orang Belanda itu dengan Bambu Runcing.
Dalam insiden-insiden bendera yang terjadi pada hari-hari permulaan revolusi itu, banyaklah orang Jepang dan orang Belanda yang harus menebus perbuatan lancangnya itu dengan nyawanya, dan banyak pula pemuda kita yang tewas dalam mempertahankan bendera kita itu. Toh, bendera itu adalah hanya sepotong kain yang saban hari bisa dibeli di saban toko! Tapi kita merasa terhina, dada kita berombak-gelombang dengan perasaan amarah, pemuda-pemuda kita rela mati untuk membela bendera itu, karena dibalik bendera itu, dibalik kain yang gampang dirobekkan itu, ada satu ide yang megah kuasa.

Memang, suatu ide yang agung dan luhur selalu menjadi lokomotif sejarah. Suatu ide kalau sudah masuk kedalam kalbu dan pikiran sesuatu rakyat, dapatlah menjadi petir yang sambaran-sambarannya menerangi angkasa sejarah. Malah guruh gunturnya masih akan terdengar, kalupun sinar-sinar sambarannya lama sudah tak kelihatan lagi!
Hanya suatu idelah yang menjadikan seorang manusia yang lemah menjadi merasa kuat dan berani. Hanya suatu idelah dapat membuat orang rela berkorban, rela masuk penjara, rela dibuang, rela menaiki tiang gantungan, rela didrel dengan hati yang tabah-dan bukan materi, bukan barang wadak yang bisa dipegang dengan tangan, bisa dlihat dengan mata, bisa dicium dengan hidung.

Hanya suatu ide yang dapat menggerakkan sesuatu bangsa terjun dalam samudra revolusi. Kita melihat Revolusi Amerika. Revolusi ini ditulis dengan darah, dengan air mata, dengan penderitaan, dengan pengorbanan. Dan untuk apa semua itu? Untuk suatu ide! Kita melihat Revolusi Perancis. Juga revolusi ini ditulis dengan air mata, dengan pengorbanan, dengan penderitaan, dengan tewasnya beribu-ribu jiwa. Untuk apa semua itu? Untuk suatu ide! Kita melihat Revolusi Tiongkok. Juga revolusi ini ditulis dengan darah, dengan air mata, dengan penderitaan, dengan pengorbanan, dengan tewasnya beribu-ribu jiwa. Untuk apa semua itu? Untuk suatu ide!
Juga revolusi kita ditulis dengan darah, dengan air mata, dengan pengorbanan, dengan penderitaan, dengan tewasnya beribu-ribu jiwa. Untuk apa semua itu? Untuk suatu ide! Ide kemerdekaan dan keselamatan seluruh bangsa. Ide Negara Nasional Indonesia, Republik Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan keadilan sosial didalamnya.

Ide ini sudah mengalami beberapa fase. Fase pertama : fase kesukuan. Dalam fase ini tiap-tiap suku merasa dirinya sebagai suatu kesatuan yang mutlak. Masing-masing suku hanya memikirkan keselamatan dirinya. Disamping selamat kesukuan ini tumbuh pula semangat kepulauan. Masing-masing pulau beranggapan bahwa dirinya adalah suatu kesatuan yang mutlak. Suku yang satu mau bekerjasama dengan suku yang lain, tapi atas dasar federalisme, dan tidak ada satu suku yang rela berkorban untuk seluruh Indonesia. Demikian pula pulau yang satu sedia bekerjasama dengan pulau yang lain atas dasar federalisme. Tapi tidak ada satu pulau yang rela berkorban untuk seluruh tanah air Indonesia.
Tapi pada tahun 1928 ide kesukuan dan ide kepulauan itu hilang lenyap laksana embun kena sinar matahari. Pada tahun 1928 itu turunlah ide baru mewahyui angkatan pemuda dan dengan demikian seluruh bangsa Indonesia, yaitu ide persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan tanah air, dan kesatuan bahasa.

Saudara-saudara masih ingat, pada tanggal 28 Oktober 1928 angkatan pemuda mengikrarkan sumpahnya dengan termashyur, Kami setanah air, tanah air Indonesia; kami sebangsa, bangsa Indonesia; kami sebahasa, bahasa Indonesia. Dengan terbitnya matahari kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu itu, hilanglah hak sejarah bagi ide insularisme, ide provincialisme, dan ide federalisme. Maka barang siapa sekarang ini membangkitkan kembali ide kepulauan atau ide kesukuan atau ide federalisme, orang itu adalah seperti orang yang menggali kubur dan mencoba menghidupkan kembali tulang dari orang yang dikuburkan 28 tahun yang lampau!
Ide kepulauan memang ada haknya untuk hidup dan memang ada memberi wahyu, tapi dulu 28 tahun yang lampau! Ide kesukuan memang ada haknya hidup dan memang memberi wahyu, tapi 28 tahun yang lampau! Ide federalisme memang ada haknya hidup dan memang memberi wahyu, tapi 28 tahun yang lampau. Tetapi membangunkan kembali ide kesukuan atau ide kepulauan atau ide provincialisme atau ide federalisme sekarang dalam tahun 1956 ini, adalah berarti berbalik 28 tahun kebelakang dalam sejarah.

Saudara-saudara jangan salah tafsir. Saya tidak menganjurkan supaya orang Sunda jangan mencintai daerah Pasundan, atau supaya orang Jawa jangan mencintai daerah Jawa, atau supaya orang Bali jangan mencintai daerah Bali, atau supaya orang Minangkabau jangan mencintai Minangkabau, atau orang Aceh jangan mencintai daerah Aceh. Tidak, saya tidak menganjurkan hal yang demikian!
Camkanlah kata-kata saya ini, dari sepenuh hatiku saya anjurkan, cintailah dan majukanlah disegala lapangan daerah asalmu masing-masing. Tapi janganlah lupa, bahwa daerah-daerahmu masing-masing itu adalah bagian-bagian yang tak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia! Cintailah dan majukanlah daerah-asalmu, tapi cintailah dan majukanlah dalam rangka Kesatuan tanah air dan bangsa Indonesia.

Sejarah berkembang dan sejarah maju, dan kita tidak bisa kembali ke jaman yang lampau. Siapa yang mencoba juga kembali ke jaman yang lampau, ia akan hancur dilindas oleh roda sejarah yang tak pernah kenal berbalik ke belakang. Ide juga berkembang, dan ide juga maju. Ide kepulauan, ide kesukuan, ide federalisme sudah mati, dan elemen-elemennya yang baik sudah menjadi bahan-bahan bagi ide yang kemudian, yaitu ide Kebangsaan Indonesia yang lebih tinggi.
Sudah saya katakan tadi, dalam tahun 1928 lahirlah ide kebangsaan yang bulat dan bersatu. Lima tahun sesudah itu dalam tahun 1933, ide itu meningkat lagi, yakni bahwa bangsa Indonesia yang berbangsa satu bertanah air satu dan bahasa satu itu harus disusun dalam satu negara yang berbentuk Republik. Dan proklamasi kita pada tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah pangkal pelaksanaan bagi ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu disusun dalam satu negara yang berbentuk Republik. Dan proklamasi kita dalam tanggal 17 Agustus 1945 adalah pangkal pelaksanaan bagi ide Kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu disusun dalam satu negara yang berbentuk Republik. Segala darah, segala air mata, segala pengorbanan, segala penderitaan dan segala jiwa yang telah tewas sejak tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah untuk ide : ”Bangsa Indonesia bersatu tidak berpecah belah, dalam satu Negara Nasional Kesatuan yang berbentuk Republik.”
Untuk ide itulah Wolter Monginsidi rela berjuang, rela ditangkap, dan kemudian rela didrel sampai ia melepaskan nyawanya. Untuk ide itulah Soepeno, Menteri Pemuda dan Pembangunan, rela ditangkap dan kemudian dibunuh oleh Belanda dalam clash kedua. Untuk ide itulah Emmy Saelan rela bertempur dan kemudian dibinasakan oleh Westerling. Untuk ide itulah Toha, pemuda anggota Barisan Benteng, rela mengorbankan dirinya untuk menghancurkan gudang mesiu kepunyaan musuh di Dayeuhkolot, delapan kilometer dari tempat kita bersidang sekarang ini. Karena membela ide itulah berpuluh-puluh anggota angkatan perang kita dekat kantor pos beberapa puluh meter dari gedung ini, dan di Braga beberapa meter dari gedung ini, mati dibunuh oleh APRA. Ya, Saudara-saudara, tangga gedung Konstitusi ini pernah basah dengan darahnya pemuda-pemuda yang membela ide itu.

Segala pengorbanan yang telah diberikan oleh pahlawan-pahlawan kita di dalam revolusi, adalah jelas untuk membela ide Negara Nasional yang kita namai Republik Kesatuan yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka mati untuk ide negara ini, untuk ide Negara Nasional, Republik Proklamasi 17 Agustus 1945, dan bukan untuk ide negara lain daripada itu!
Maka kepada Saudara-saudara anggota Konstituante saya berseru : jika kita benar-benar menghormati para pahlawan-pahlawan yang telah berkorban, jika kita benar-benar setia pada proklamasi 17 Agustus 1945, maka bikinlah konstitusi untuk Negara itu, bukan untuk Negara yang lain atau Negara yang baru.

Kita pernah mengalami dengan sedih hati, bahwa Republik yang kita proklamirkan pada 17 Agustus 1945 itu dirobek-robek orang dengan kekuatan meriam, bom, mortir, dan bayonet. Kita pernah mengalami jaman federalisme, yaitu jamannya Republik Indonesia Serikat. Dalam jaman federalisme itu hilanglah Republik Proklamasi sebagai kenyataan yang wadak. Tetapi sebagai ide Republik Proklamasi itu tak pernah hilang dari hati tiap patriot Indonesia. Dalam jaman Republik Indonesia Serikat, patriot Indonesia tetap menolak Republik Indonesia Serikat, tetap menolak federasi, dalam hati dan dalam perbuatan. Ide Republik Proklamasi tetap memesona jiwa, tetap menjadi sumber inspirasi, tetap menggelorakan perbuatan-perbuatan yang patriotik.
Ide Republik Proklamasi menggerakkan tangan massa rakyat dan pemuda untuk meruntuhkan negara-negara bagian. Dalam 8 bulan saja, malah tidak sampai, dalam 7,5 bulan, Republik Indonesia Serikat yang didirikan atas fundamen federalisme, jadi gugur sama sekali! Dan di atas puing keguguran itu, tangan rakyat yang diwahyui oleh persatuan bangsa dan kesatuan bangsa, membangunkanlah kembali Republik Kesatuan, yaitu Republik yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Sebab itu, Saudara-saudara anggota Konstitusi yang terhormat, Saudara-saudara yng menjadi wakilnya rakyat, dan yang dipercayai oleh rakyat, susunlah konstitusi untuk Negara Republik Proklamasi itu, dan bukan untuk Negara yang lain daripada itu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MLS

MLS
multi level sedekah

Mengenal Tambang Lebih Dekat

SATU JARINGAN,MULTI BISNIS!

Entri Populer