Arsip Blog

Minggu, Mei 31, 2009

Res Publika (5)

KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA (5)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI RES PUBLIKA Pidato Presiden Soekarno pada Pembukaan Konstituante, 10 Nopember 1956

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian.

Halaman 4 – 11
IDE

Halaman 11 – 16
Membina konstitusi

Halaman 16 – 21
Demokrasi

Halaman 21 – 26
Negara Indonesia Negara Republik

Negara kita berbentuk Republik. Saya minta supaya Saudara-saudara menyadari dengan sesungguhnya dan dengan semesra-mesranya apa arti “republik”. Ada yang berkata republik adalah negara yang kepalanya bukan raja, yang jabatannya atau kekuasaannya dapat diwariskan kepada keturunannya, dan yang disebut Presiden. Itu hanya menunjukkan yang zahir saja, tapi sama sekali belum menentukan isinya.
Saya minta Saudara-saudara renungkan dengan sesungguhnya apa makna ”republik”. Kata ”republika” asalnya ialah Res Publica, yang berarti kepentingan umum, bukan kepentingan satu individu, bukan kepentingan satu kelas.
Dalam banyak republik di jaman-jaman yang lampau, dan dalam beberapa republik yang baru saya lihat dengan mata sendiri dalam perjalanan saya keluar negeri baru-baru ini, maka negara-negara republik itu tidak berisi ”Res Publica” itu. Mereka hanya be-res-publica di lapangan politik. Mereka membikin padang politik jadi kepentingan bersama, jadi milik bersama, althans dalam teori. Di lapangan politik semua warganegara mempunyai hak yang sama dan kewajiban yang sama. Di lapangan politik semua warganegara dipandang sama. Tetapi mereka tidak menarik logika daripada makna ”Res Publica” itu terus sampai ke padang ekonomi.
Mereka tidak be-res-publica di padang ekonomi. Mereka yang berkuasa tidak mau menjalankan hak yang sama dan kewajiban yang sama bagi semua orang di lapangan ekonomi. Kekuasaan ekonomi tidak mau mereka akui sebagai milik bersama, jangankan di dalam praktek, di dalam teoripun tidak.
Mereka tidak be-res-publica di lapangan sosial, mereka tidak be-res-publica dilapangan kebudayaan. Kehidupan sosial dan pintu kebudayaan adalah tertutup bagi golongan yang tidak berkuasa.
Saya minta kepada Saudara-saudara, susunlah konstitusi di mana dengan seklebatan mata saja sudah bisa dilihat bahwa republik kita adalah benar-benar ”Res Publica”, adalah benar-benar ”Kepentingan Umum” yang berarti ”Kepentingan Bersama”.
Di lapangan politik kita harus ber-res-publica, di lapangan ekonomi kita harus ber-res-publica, di lapangan sosial kita harus ber-res-publica, di lapangan kebudayaan ber-res-publica. Pendek kata, disegala lapangan hidup kita harus ber-res-publica, harus menjadi Republikein seratus persen!
Saudara-saudara! Saudara telah sering mendengar perkataan saya bahwa Indonesia Merdeka adalah hanya sekedar jembatan emas. Jadi Indonesia Merdeka bukanlah tujuan terakhir. Buat pertama kali saya lahirkan teori jembatan emas ini dalam tahun 1928, dua puluh delapan tahun yang lampau. Banyak yang terjadi dan banyak pula yang berubah dalam waktu 28 tahun itu. Tetapi apapun yang terjadi dan apapun juga yang berubah, pendapat saya tentang jembatan emas itu tidak pernah berubah.
Dua puluh delapan tahun yang lampau saya sudah berkata bahwa di atas jembatan emas itu kita sebagai bangsa tidak boleh desak-mendesak, tidak boleh sikut-menyikut, tidak boleh tendang-menendang. Kita harus bersatu untuk menjaga supaya jembatan emas itu tiang-tiangnya jangan ditebang orang lain yang tidak rela melihat kita jadi bangsa merdeka, dan tidak rela melihat kita menuju satu tujuan yang gilang-gemilang di seberang jembatan emas itu. Sekarang ini, dalam tahun 1956 ini, sesudah 11 tahun merdeka, sekarang ini, pada bulan Nopember ini, pada hari ini, jam ini, menit ini, detik ini, kita masih sedang berada di atas jembatan emas itu.
Saya ulangi anjuran saya yang saya mulai keluarkan dua puluh delapan tahun yang lampau itu. Ya, bahkan sudah mulai saya keluarkan sejak saya mulai masuk ke medan pergerakan rakyat tiga puluh delapan tahun yang lampau. Jangan tendang-menendang, jangan saling sikut, jangan saling desak, jangan saling sengkelit, lihatlah musuh kita sedang berusaha untuk menendang tiang-tiang jembatan emas kita, musuh kita sedang berusaha untuk menebangi tiang-tiang negara kita itu.
Aksi-aksi subversif yang sering saya peringatkan kepada seluruh rakyat itu bukanlah fantasi, bukanlah karangan di malam tak bisa tidur. Aksi-aksi subversif itu ada, sebagaimana malam tak bisa tidur. Aksi-aksi subversif itu ada sebagaimana imperialisme pun masih ada. Imperialisme kolonialisme belum mati. Imperialisme kolonialisme masih tetap berusaha untuk merobohkan kemerdekaan kita. Jangan lupa bahwa Irian Barat belum merdeka. Dan apa yang terjadi baru-baru ini di Mesir, adalah tanda yang amat jelas bahwa imperialisme kolonialisme masih amat membahayakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika adalah masih seperti kemerdekaan kota yang dikepung musuh.
Di luar, musuh tetap mengintai, musuh tetap menunggu waktu untuk melakukan serangan, mengintai-intai kelemahan-kelemahan kita. Di dalam kota sendiri, mata-mata musuh, kaki tangan musuh, koloni kelima bekerja giat untuk melemahkan semangat, untuk melemahkan moral perjuangan, untuk memecah-belah, untuk mengajak berkhianat.
Berhubung dengan hal ini, sekali lagi dari tempat ini saya anjurkan kepada pemimpin-pemimpin partai, sehatkanlah konstelasi dalam negeri, kalau tidak situasi revolusioner akan datang dan meledak, dan badai-taufannya menumbangkan banyak perkara. Dan kepada Saudara-saudara, anggota-anggota Konstituante, saya pesankan, susunlah satu konstitusi yang tidak memungkinkan perpecahan bangsa karena terlalu banyak partai, yang dus bisa jadi pegangan batin bagi seluruh bangsa supaya dengan bersatu-kompak dapat menyeberangi jembatan emas.
Konstitusi Bandung haruslah kelahiran peradaban dari Revolusi Kemerdekaan kita ini, yang, sebagai semua revolusi-revolusi lain, mengenal pengalaman-pengalaman yang besar nilainya. Bagaimana pengalaman-pengalaman kita itu? Menyenangkankah? Menyedihkankah? Jadikanlah pengalaman-pengalaman itu pedoman untuk mengadakan koreksi kepada ketatanegaraan Indonesia dan koreksi kepada organisasi kepunyaan rakyat yang bernama partai politik.
Di medan pertempuran dulu rakyat berjuang dengan bulat bersatu padu berlindung kepada lambang kesatuan, sebagai pelaksana Jiwa Proklamasi 1945. Tetapi bagaimana keadaan di luar medan pertempuran?
Kebebasan berpartai bukanlah satu-satunya alat untuk memutar rodanya demokrasi. Dan tidak ada yang puas dengan berpuluh-puluh partai seperti sekarang ini. Konstituante Indonesia adalah wenang, wenang penuh, berwenang penuh, untuk meninjau dan memutuskan apakah partai dapat dipakai sebagai dasar demokrasi bagi masyarakat, parlemen, dan kabinet, dalam suasana Pembangunan ”Res Publica” yang diharapkan rakyatnya.
Perhatikanlah pengalaman-pengalaman dalam menjalankan wenang itu, sebab pengalaman adalah guru, adalah pedoman, adalah kemudi yang sangat berharga. Perhatikanlah pengalaman-pengalaman itu, sebab pengalaman yang tidak diperhatikan akan menjadi bumerang yang menghantam roboh kita sendiri!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MLS

MLS
multi level sedekah

Mengenal Tambang Lebih Dekat

SATU JARINGAN,MULTI BISNIS!

Entri Populer