Arsip Blog

Minggu, Mei 31, 2009

Res Publika (6/Tamat)

SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR
KONSTITUSI RES PUBLIKA (6) (Tamat)
Judul :
SUSUNLAH KONSTITUSI YANG BENAR-BENAR KONSTITUSI
RES PUBLIKA PidatoPresiden Soekarno pada Pembukaan Konstituante,
10 Nopember 1956

Halaman 1 - 4
SAUDARA-SAUDARA sekalian.

Halaman 4 – 11
IDE

Halaman 11 – 16
Membina konstitusi

Halaman 16 – 21
Demokrasi

Halaman 21 – 26
Negara Indonesia Negara Republik

Halaman 26 – 30
Pembangunan! Pembangunan Res Publica

Ya, Pembangunan! Pembangunan “Res Publica”! Konstitusi Bandung harus menjadi canangnya Pembangunan, canangnya Pembangunan “Res Publica”! Tidakkah saya tadi berkata bahwa Konstitusi kita harus menjadi alat perjuangan? Pembangunan “Res Publica” itu harus diberi dasar yang kuat dan kokoh di atas dasar Konstitusi, yang tidak mengabaikan pengalaman-pengalaman rakyat Indonesia dalam perjuangannya yang telah lampau, dan memperhatikan pula pengalaman-pengalamannya rakyat sedunia, terutama sekali sesudah Perang-Dingin yang Kedua.
Sesudah Konstituante Bandung, babakan Revolusi Pembangunan “Res Publica” yang amat hebat. Konstitusi Bandung menjadi fundamen ketatanegaraan; Program Pembangunan akan disusun oleh Rakyat sendiri di atas fondamen ketatanegaraan itu. Inilah hubungan antara Pembangunan dan Konstitusi.
Bekerjalah dengan cepat, dan bekerjalah dengan tepat. Cepat, sebab di jaman bom atom ini perjalanan segala sesuatu adalah cepat, deras, dan tangkas. Tepat, sebab sebagai saya katakan tadi, perjuangan rakyat akan berjalan terus, juga di luar tembok Konstituante ini, sedapat mungkin dengan Saudara-saudara, bila tidak mungkin: di atas kepala Saudara-saudara, over uw geeerde hoofden heen!
Dalam jumlah 1933, hampir dua puluh lima tahun yang lampau, saya pernah peringatkan kepada rakyat Indonesia yang berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme, bahwa di seberang jembatan emas jalan mungkin bercabang dua. Simpang kesatu akan membawa rakyat Indonesia ke alam kemodalan bangsa sendiri, ke alam kapitalisme nasional di mana hanya sekelompokan manusia yang berkuasa. Cabang yang satu lagi akan membawa seluruh rakyat ke dunia di mana kemakmuran dihasilkan bersama dan dinikmati pula bersama.
Banyak yang terjadi dan berubah dalam waktu dua puluh lima tahun itu. Tetapi pendapat saya tentang jalan mungkin bercabang dua di seberang jembatan emas itu, tidak berubah. Pendapat saya itu tetap. Malah, sebaliknya, dalam waktu-waktu terakhir ini saya dengan khawatir melihat tumbuhnya makin banyak calon-calon kapitalis kita, yakni orang-orang yang dalam sepak terjangnya di lapangan ekonomi terlalu mementingkan diri sendiri, tidak memelihara harmoni antara kepentingan dirinya dengan kepentingan seluruh bangsa.
Elemen-elemen borjuis kita memang pada umumnya berada dalam taraf-sejarah seperti sekarang ini, masih merupakan tenaga-tenaga yang progresif dan tenaga pemangku sejarah. Sebab itu mereka tidak mesti harus dilikwidir, tetapi haruslah dididik menyesuaikan, mengharmonikan kepentingan dirinya sebagai pengusaha dan pedagang dengan kepentingan seluruh bangsa. Tetapi sebagaimana, saya katakan tadi, dalam waktu akhir-akhir ini, saya kuatir melihat banyak dari mereka itu lupa akan keseimbangan antara kepentingan dirinya sendiri dengan kepentingan seluruh rakyat.
Sebab itu, saya minta kepada Saudara-saudara, susunlah satu konstitusi yang dapat mencegah tumbuhnya sistem kapitalisme di Indonesia. Susunlah satu konstitusi yang menutup jalan ke arah kapitalisme nasional. Sehingga kereta Revolusi kita, nanti kalau sudah sampai di seberang jembatan emas itu, bisalah dengan tak ragu-ragu lagi dan tak terhalang-halang lagi menuju ke dunia “Res Publica”, di mana Keselamatan dan Kesejahteraan menunggu seluruh bangsa, seluruh Rakyat, seluruh Manusia Indonesia.
Susunlah satu konstitusi yang menggembirakan dari seluruh Rakyat! Menggembirakan petani di sawah dan di ladang; menggembirakan buruh di bengkel dan di pelabuhan; menggembirakan pelaut dan nelayan di samudera; menggembirakan hati angkatan perang, pegawai polisi dan pamongpraja; menggembirakan hati angkatan muda yang masih belajar; menggembirakan hati angkatan tua yang telah berada di senja usia; menggembirakan hati angkatan kanak-kanak yang sedang bermain; menggembirakan wanita yang bekerja di rumah tangga; menggembirakan hati ibu yang baru melahirkan manusia baru. Pendek kata, susunlah satu konstitusi yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan seluruh Manusia Indonesia! Dan saya pun meminta kepada Saudara-saudara: susunlah satu konstitusi yang menjamin kebebasan beragama!
Saudara-saudara! Ketika imperialisme Napoleon berada di Mesir dan ia melihat piramida-piramida, berkatalah ia kepada angkatan perangnya: ”Lakukanlah kewajibanmu dengan sebaik-baiknya. Empat puluh abad melihat kepadamu!”
Bagi Saudara-saudara, bahkan bagi seluruh bangsa, pembukaan sidang Konstituante ini adalah saat yang berisi keagungan dan keluhuran, lebih agung dan lebih luhur, lebih suci daripada keagungan yang dituju Napoleon itu. Bukan piramida-piramida, bukan batu-batu yang tak bernyawa dan bisu, yang memandang kepada Saudara-saudara. Yang memandang kepada Saudara-saudara dengan mata yang penuh harapan ialah manusia-manusia yang berpikiran dan berperasaan. Mereka itu adalah bangsa Saudara-saudara sendiri, 80 juta jumlah, tersebar antara Sabang dan Merauke.
Telinga hati saya mendengar mereka berseru: berilah kami konstiusi yang menjamin kesatuan bangsa, kesatuan tanah air, kemerdekaan bulat, dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dan mata hati saya melihat pula roh pahlawan-pahlawan kita yang telah berkorban dan kini tak berbadan lagi. Dengan suara yang tiada bergema tapi sampai ke dalam telinga hati saya, mereka berkata: ”Pengorbanan kami jangan disia-siakan. Kami telah berkorban untuk persatuan bangsa, untuk kesatuan tanah air, untuk kedaulatan Negara Nasional yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Susunlah konstitusi untuk Negara itu, dan bukan untuk Negara baru atau Negara lain!”
Dan di sisi bangsa Indonesia itu, mata jiwaku melihat pula beribu-ribu juta manusia, yakni segala bangsa di permukaan bumi ini. Mereka berseru dengan seruan yang tak kedengaran oleh telinga-zahir tetapi sampai kedalam otak dan hati yang pandai mendengar: ”hai bangsa Indonesia, dari samudera Perang Dunia Kedua, yang berombak darah, berarus air mata, bergelombang penderitaan dan kesedihan itu, tangan perikemanusiaan dapat mengumpulkan beberapa butir mutiara yang berupa hak-hak Azazi Manusia. Dan segala bangsa yang ada di permukaan bumi ini, kamulah yang pertama sekali melekatkan mutiara-mutiara itu sebagai hiasan pada Revolusimu. Berilah dirimu sendiri sekarang satu konstitusi yang kilau-kemilau dengan mutiara-mutiara Hak-Hak Azazi Manusia itu, satu konstitusi yang dapat kamu banggakan, satu konstitusi yang dapat kami teladankan”.
Dan bukan empat puluh abad yang memandang kepada Saudara-saudara. Apa artinya empat puluh abad! Waktu, waktu yang tidak berawal dan tidak berakhir, yang sebagai samudera yang luas tiada berpantai dan dalam tiada berdasar, waktu yang menimbulkan semua kejadian dan menenggelamkan kembali semua kejadian, waktu memandang kepada Saudara-saudara. Tuhan sendirilah menyaksikan pembukaan Konstituante ini. Lakukanlah dharma sejarah Saudara-saudara dengan penuh pertanggung jawab kepada sejarah. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pemimpin yang membimbing semua niat, semua gerak, semua rasa, semua pikir, membimbing pikiran dan perasaan Saudara-saudara tetap di jalan yang benar, tetap di jalan yang diridhoi-nya.
Maka dengan ini, dengan resmi saya nyatakan sidang Konstituante dibuka!

kamar tidur Bung Karno (Almarhum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MLS

MLS
multi level sedekah

Mengenal Tambang Lebih Dekat

SATU JARINGAN,MULTI BISNIS!

Entri Populer