Rabu, Desember 24, 2008

Kebesaran Sang Pemimpin

MUTHOFAR HADI/Mantan Presiden BEMFMIPA UNS

Dalam posting Negara Lupa Negeri banyak saya tulis penyebutan Sang Pemimpin. Sang Pemimpin dalam tulisan ini adalah sama dengan Sang Pemimpin dalam judul Negara Lupa Negeri. Sang Pemimpin bukan minta untuk dipilih menjadi pemimpin, kebesaran Sang Pemimpin di dalam namanya yang terkenal, ajarannya tersebar luas, dan pengikutnya yang banyak bukan karena dia mewajibkan orang lain untuk mengikutinya.

Dia memilih, untuk tidak memaksa orang lain agar mengikutinya, dalam arti bahwa kebesarannya dalam memimpin adalah proses dari pilihannya yang panjang dan penuh perjuangan. Sehingga orang lain mengakuinya sebagai pemimpin dengan semua atribut yang kemudian melekat padanya dengan kerelaan dan kepasrahan.

Orang lain sudah memilih seperti pilihan Sang Pemimpin. Sehingga sekalipun Sang Pemimpin sudah diakui sebagai pemimpin, namun tidak membedakan kedudukan tersebut dalam kepemimpinan Sang Pemimpin. Sang Pemimpin bukan Raja yang memiliki kerajaan, singgasana, baju kebesaran dan mahkota, kemewahan harta, permaisuri dan selir, fasilitas pribadi dan kantor dinas, bahkan gaji serta pensiun. Sang Pemimpin tidak memintanya.

Kebesaran Sang Pemimpin bukan karena pengikutnya yang banyak, bala tentaranya yang pemberani, atau wilayahnya yang terus semakin luas. Kebesarannya adalah karena keberaniannya memilih.

Sehingga kebesarannya tidak pernah hilang selama pilihan itu masih ada, dalam arti orang lain yang sudah memilih seperti Sang Pemimpin masih ada meskipun mereka tidak menjadi pemimpin.

Atau sekalipun mereka menjadi pemimpin dengan tipikal kepemimpinan yang berbeda dengan Sang Pemimpin.

Sebab pilihan itu adalah sebuah sikap, yang akan mempengaruhi, sikap terhadap orang lain, sikap kepada dunia tidak terlihat manusia, dan sikap kepada lingkungannya.

Pilihan itu bisa memisahkan antara yang benar dengan yang salah, pilihan yang dulu pernah dipilih oleh orang sebelum Sang Pemimpin, dengan konsekuensi dia di asingkan, dan juga diusir dari negeri.

Pilihan yang telah menjadikan Sang Pemimpin muda dulu menangis mendengar orang yang telah menjatuhkan pilihan tersebut diusir dan mati dalam kesendirian. Pilihan yang menyebabkan hampir semua penduduk negeri memusuhinya, memusuhi mereka yang memilih seperti pilihan mereka, memusuhi pilihan seperti pilihan Sang Pemimpin.

Sang Pemimpin muda melihat, mendengar dan merasakan sendiri akan kejadian tersebut, kemudian dia banyak menyendiri melihat kesekelilingnya, matahari, bulan, langit, tetumbuhan, hewan ternak dan pilihannya.

Sang Pemimpin merasakan bahwa pilihannya untuk berbuat baik, tidak berkata bohong, menghormati orang yang lebih tua dan tetangga, meninggalkan perbuatan jahat merupakan suatu pilihan langka di negerinya.

Pilihan untuk tidak musyrik, pilihan untuk tidak munafik, pilihan untuk tidak kafir, dan pilihan untuk tidak berbuat dholim adalah pilihan yang bisa menyebabkan dirinya terusir dari negeri.

Seperti yang telah terjadi sebelum-sebelumnya.

Memang bagi orang yang belajar agama dan banyak membaca, kejadian pengusiran tersebut pernah dan sering terjadi pada diri para Nabi sebelum Sang Pemimpin ini.

Sekalipun Sang Pemimpin muda belum menjadi pemimpin namun kepribadiannya sudah diakui oleh para penduduk negeri sebagai pribadi yang baik, berasal dari keturunan yang baik, dan dapat dipercaya.

Namun pengakuan tersebut dengan seketika berubah, bukan karena pilihan Sang Pemimpin yang berubah, bukan karena kecacatan kepribadiannya, dan bukan karena asal keturunannya.

Tapi karena pilihan Sang Pemimpin sudah dengan yakin diutarakannya kepada orang-orang penduduk negeri.

Penolakan yang juga dia rasakan berasal dari dalam garis keturunan yang sama dengannya.

Sang Pemimpin adalah seorang yang lahir dalam keadaan yatim, ayahnya meninggal disaat dia masih dalam kandungan, yatim piatu di saat berumur anak-anak, dan tidak memiliki saudara kandung tetapi memiliki saudara sepupu yang banyak dan juga saudara sepersusuan.

Dia adalah putra dari Abdullah, cucu dari Abdul Muthalib yang diberinama Muhammad saw dan ibunya bernama Aminah.

Perjuangannya dalam mempertahankan pilihannya tidak berbeda dengan para pendahulu-pendahulunya, Sang Pemimpin mendapatkan pertentangan akan pilihannya tersebut dari pamannya sendiri, pemuka negeri, dan para pemuda negeri.

Pilihannya bersyahadat TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH SWT DAN MUHAMMAD SAW ADALAH UTUSAN ALLAH SWT tidak kemudian meninggalkan pilihannya untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan jahat.

Dengan pilihannya sendiri dan didukung wahyu yang dia peroleh dari Allah swt itu dia kemudian mendapatkan pengakuan dari istrinya, dari saudara sepupunya, anak-anaknya, dan sedikit dari tetangga-tetangga dekatnya.

Kemudian pilihan itu menjadi sebuah keyakinan atau ajaran, orang yang mendengarnya mulai tertarik dan memilih keyakinan tersebut sebagai jalan hidup dan mengakui kepemimpinannya.

Mulailah babak demi babak kepemimpinan Sang Pemimpin, Muhammad saw, dengan menggunakan strategi-strategi guna menampung dan menyalurkan keyakinan, orang-orang yang memilihnya, agar tidak terganggu oleh penentang keyakinan Sang Pemimpin yang sudah menjadi sebuah ajaran.

Mulai dari pertemuan sembunyi-sembunyi, hijrah, negosiasi, hijrah lagi, sampai pada pilihan untuk berperang.

Perang memang menjadi suatu jalan untuk mempertahankan keyakinan Sang Pemimpin dan pengikutnya.

Perang yang terjadi karena perbedaan pilihan ajaran walaupun mereka adalah berasal dari satu negeri, satu suku bangsa, satu garis keturunan dan satu ikatan pernikahan.

Semua ikatan fisik dan batin, dengan seketika adanya jalan peperangan yang dipilih, menjadi tidak berguna untuk mencegahnya, hanya dan hanya jika salah satu melepaskan ajarannya dan mengikuti ajaran satunya sebagai jalan mencegah terjadinya peperangan.

Sang Pemimpin bukanlah orang yang takut berperang, bukan pula orang yang berbohong dan bukan pula orang yang tidak amanah.

Dia adalah orang yang amanah pada ajaran yang diwahyukan Allah swt kepadanya, orang yang jujur, dan juga orang yang pandai berperang. Dan hal ini ditauladani, sehingga kepribadian Sang Pemimpin merupakan contoh nyata bagi pengikut-pengikutnya.

Sampai akhirnya negeri yang mereka tinggalkan dahulu bisa mereka kuasai dengan pengerahan pasukan tanpa pertumpahan darah yang besar, penduduk negeri dengan kerelaan menyatakan takluk dan mengikuti ajaran Sang Pemimpin sampai saat ini. Bahkan merupakan satu negeri yang kemudian dikatakan oleh Rosul Muhammad saw, Sang Pemimpin, tidak akan bisa dimasuki oleh dajjal bersama negeri Madinah, yang menjadi pusat pemerintahan di jaman Sang Pemimpin hingga beliau wafat dan dikebumikan di negeri Makkah.

Kebesaran Sang Pemimpin yang tidak bisa dilakukan oleh pengganti-penggantinya hingga saat ini adalah, kedekatannya kepada Allah swt.

Sang Pemimpin memiliki gelar, Nabi dan Rosul, yang tidak ada Nabi dan Rosul setelahnya, karena Sang Pemimpin, Muhammad saw adalah Nabi dan Rosul terakhir sampai kiamat.

Sehingga terjadi penurunan kualitas kepemimpinan dari pemimpin ke pemimpin yang silih berganti menggantikan Sang Pemimpin.

Namun secara kuantitas ajaran Sang Pemimpin diakui, diyakini, dan diikuti oleh banyak orang dan banyak negeri sampai saat sekarang dengan silih bergantinya kepemimpinan. Lebih dari 1/3 penduduk dunia saat ini adalah muslim dan mukmin, pengikut Sang Pemimpin, Muhammad saw.

Pada kurun waktu 14 abad kepemimpinannya telah berganti dari Sang Pemimpin yang bergelar Nabi dan Rasul, kepemimpin pengganti yang bergelar Khalifah, kepemimpinan-pemimpin wilayah yang juga bergelar Khalifah sampai kemudian pada kepemimpinan lokal yang bergelar Sultan.

Kepemimpinan khalifah dan sultan saat ini sebenarnya memiliki makna kepemimpinan yang sama dengan kepemimpinan di masa pengganti Sang Pemimpin yaitu dalam bentuk khalifah. Hanya luas wilayah, kepemimpinan, hukum, dan banyak masyarakatnya sudah tidak mengakui sebagai pemimpin negeri atau negara bagi mereka. Hal ini dikarenakan wilayah sultan sudah diberikan dan melebur sebagai wilayah penyatuan dari berbagai negeri dalam bentuk negara kerajaan dan atau ada juga yang berbentuk republik atau parlementer.

Dalam negara kerajaan sultan beralih gelar menjadi raja atau tetap sebagai sultan, sedangkan dalam bentuk negara republik dan parlementer sultan ada di lembaga negara tidak fungsional namun sebagai pelestari adat dan kebudayaan dari peninggalan sultan di daerah atau wilayah masing-masing dengan atau tanpa jabatan sebagai pegawai negara. Hal ini yang terjadi di Indonesia.

Negeri Makkah, negeri Madinah hilang menjadi kota, dengan kekhasannya kota masing-masing. Negeri Yogyakarta masih dengan bentuknya yang baru sebagai gubernuran di bawah negara Indonesia. Negeri Brunei dengan bentuknya sekarang dipimpin oleh Sultan. Dan masih ada contoh yang lain dari perubahan bentuk kepemimpinan dari pengganti Sang Pemimpin saat ini. Istilah Gubernur sudah muncul pada abad sebelum terbentuknya negara-negara. Dan sampai saat ini belum ada yang mengembalikannya seperti sebelum perubahan tersebut, justru dari perubahan tersebut kemudian dilanjutkan sampai sekarang, sehingga ikatan negeri dan negara menjadi gubernuran dan negara, seperti di praktekkan saat ini di mayoritas negara di dunia.

Kebesaran negeri Makkah tidak terdengar kecuali dalam ibadah haji, kebesaran negeri Madinah tidak terdengar dan kebesaran negeri-negeri yang lainnya juga tidak terdengar kecuali banyak diantaranya menjadi kota yang dilanda perang. Kota-kota kecil maupun besar, kaya atau miskin tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan sendiri, apalagi untuk membantu kota lain, begitu pula dengan propinsi. Semua kembali dan bertanggungjawab kepada negara bukan kepada rakyatnya masing-masing.

Di akhir dari posting Negara Lupa Negeri saya tuliskan judul Menemukan Pemimpin.

Dengan keberadaan negeri saat ini bisa jadi kepemimpinannya memang tidak diketahui, namun keberadaan Makkah akan menjadi titik pusat bagi kepemimpinannya selanjutnya.

Dan memang negeri-negeri yang dulu jaya sekarang dalam bentuk apapun baik itu kota atau propinsi masih dilupakan oleh negara.

Arus pajak yang hanya ke pusat negara dari semua penduduk negara, sudah seharusnya dihapuskan.

Sudah tidak jamannya lagi pemungutan pajak dilakukan negara kepada rakyat, sudah tidak jamannya lagi rakyat memeras keringat, pemimpin atau raja di jaman sekarang yang menikmati.

Dan pemberontakan karena kewajiban pajak yang dibebankan kepada rakyat oleh negara adalah sejarah nyata negeri dan negara Indonesia ini.

Sehingga jika rakyat sudah memilih maka raja raja atau pemimpin akan melihatnya, mereka tetap sebagai raja atau pemimpin atau rakyat yang akan menjadi pengganti Sang Pemimpin berikutnya. Semua orang tidak memiliki pengetahuan akan apa yang akan terjadi, kecuali kemunculan Pemimpin yang dijanjikan adalah bukan suatu ramalan tetapi janji Allah swt melalui wahyu yang diterima Sang Pemimpin sebelum meninggalkan dunia.
Wallahua’lam

Posting Lainnya :

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN

NEGERI YANG DILUPAKAN OLEH NEGARA

MLS

MLS
multi level sedekah

Mengenal Tambang Lebih Dekat

SATU JARINGAN,MULTI BISNIS!

Entri Populer