Jumat, Februari 20, 2009

Negara Tanpa Pajak?

Pajak, Harta Rampasan Perang, Infak, Sodakoh, Zakat, dan Jis’ah
(Muthofar Hadi, S.Si./Mantan Presiden BEMFMIPA UNS)

Pajak menurut sejarah di bangsa Indonesia sudah dapat ditemukan sejak bangsa ini belum bersatu menjadi sebuah negara Indonesia. Pajak diartikan sebagai harta yang diambil oleh penguasa dari rakyat. Dan atau harta yang diambil oleh penguasa yang lebih besar kepada penguasa yang ada di bawah kekuasaannya. Dan sebagai ciri khas dari pajak ini adalah berdasarkan kekuasaan dari penguasa memaksa kepada rakyat untuk membayarkan harta tersebut dengan tepat waktu, jika tidak maka beban yang ditanggung rakyat semakin besar karena keterlambatan dalam memberikan pajak kepada penguasa.
Kewajiban ini ternyata setelah semua bekas kerajaan dan atau kesultanan di daerah Indonesia menyatakan bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, istilah dan praktek pajak tersebut terus dijalankan. Dengan berdalih untuk pembangunan dan membayar gaji pegawai pemerintah sampai pensiun mereka. Negara bukan perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan usaha untuk membiayai pembangunan dan gaji pegawainya. Pemerintah yang menjalankan pemerintahan ini sebagai penguasa atau pimpinan negara tidak memiliki solusi untuk menghentikan kewajiban pajak tersebut.
Kekuasaan setelah adanya kewajiban membayar pajak rakyat kepada penguasa di dunia ini pernah ada dengan menggunakan hasil rampasan perang, sodakoh, infak, dan zakat serta jis’ah dari rakyat kepada penguasa sebagai pelaksana negara. Semua harta tersebut disimpan seperti halnya sekarang di dalam kas negara. Hasil rampasan perang ada jika penguasa bersama rakyat menang dari peperangan dan mendapatkan hasil rampasan perang, infak dan sodakoh adalah pemberian orang-perorang kepada negara, zakat diambil sebagai kewajiban bagi umat muslim yang mampu dan telah mencapai batas sebagai pemberi zakat, dan jis’ah diambil dari nonmuslim yang menyatakan tunduk pada kekuasaan seorang muslim. Pemerintahan pada zaman Nabi Muhammad saw, Kekhalifahan Khulafaurrashidin, tidak jauh dari menerapkan hukum dari harta rampasan perang, infak, sodakoh, zakat, dan jis’ah ini sebagai bentuk ketataan pada perintah Allah swt menjalankan hukum Allah swt di bumi atau di negaranya.
Sebagai negara yang memiliki pemimpin muslim dan berpenduduk muslim terbesar se-dunia, tidak ada hal yang menghalangi bagi penerapan hukum Allah swt dalam menjalankan pemerintahan ini. Dan sebagai warga negara yang tidak muslim dan mengakui kepemimpinan pemimpin muslim di negeri ini maka hukum Allah swt yang dijalankan pemerintah untuk mereka menjadi pilihan, Jika bersedia maka mereka tunduk dengan hukum Allah swt tersebut, jika tidak maka mereka bisa memilih untuk menjadi warga negara lain yang mau menerima mereka sebagai warga negaranya.
Sebuah kesalahan adalah tidak benar, dan tidak benar jika terus dijalankan dalam kesalahan. Namun sebuah kesalahan harus menerima kebenaran dan menjalankan kebenaran tersebut. Dan orang yang menjalankan kesalahan disebut sebagai orang salah, sedangkan orang yang menjalankan kebenaran disebut orang benar. Hukum untuk menentukan kebenaran dan kesalahan bukan dari buatan manusia tetapi buatan Allah swt. Sehingga yang menyelewengkan dan mengganti hukum tersebut disebut orang salah. Dan wajib menerima hukuman atas kesalahannya atau bertobat kepada Allah swt.
Allahua’lam.

Ulasan Sejarah :

Sejarah Negara Majapahit di Jawa, Negara Sriwijaya di Sumatera, dan Negara Singasari di Nusantara menjalankan kekuasaannya berdasarkan keturunan dan pajak, sehingga terjadi perpecahan dikarenakan perebutan kekuasaan. Baik secara langsung oleh anak-anak Raja atau melalui tangan orang lain yang menggunakan mereka sebagai simbol Raja.

Setelah kerajaan-kerajaan tersebut, di Nusantara ada kerajaan pertama Islam dengan sistem kekhalifahan, dan karena ada di wilayah di bawah kekhalifahan maka negara ini berbentuk kesultanan.

Sebelum berdiri negara Demak, ada sebuah cerita di bagian negara Majapahit tentang penentangan pajak oleh rakyat.

Dia bukan dari rakyat kebanyakan, namun dia merupakan keturunan dari seorang Tumenggung di wilayah Negara Majapahit. Dia banyak mendapatkan ilmu pendidikan dari guru-guru agama Islam, bahkan ada penasehat dari Ketemenggungan tersebut yang menggunakan hukum Islam untuk menghakimi kaum muslim yang melanggar perintah Allah swt di daerah Ketemenggungan tersebut.


Setelah rakyat ini dewasa, dan berani mengemukakan idenya sendiri serta mampu mempertahankannya, dia memilih jalan sendiri. Dia pergi keseluruh pelosok wilayah kekuasaan orang tuanya dan banyak melihat kelaparan, sehingga pilihannya tidak hanya dibicarakan namun kemudian dilaksanakan dengan membagikan beras kepada rakyat yang kelaparan tersebut.

Negara Tanpa Pajak
The Modern State

Dia menjalankan idenya dengan sembunyi-sembunyi, dia memakai topeng agar orang yang melihatnya tidak mengenalinya. Dia mengambil harta pajak yang dikumpulkan dari rakyat ayahnya untuk dibagikan kembali kepada rakyat. Setiap kali ayahnya akan mengirim harta pajak kepada penguasa Negara Majapahit jumlahnya selalu berkurang dari jumlah yang telah dikumpulkan.

Dia bergerak sendiri, dan tidak ada orang yang tahu akan gerakannya. Sampai suatu saat Ayahnya menyuruh untuk menyelidiki dengan sembunyi-sembunyi siapa yang mengambil harta pajak yang akan dikirim ke Negara Majapahit. Hilangnya harta pajak ini telah menggoncangkan kekuasaan Ayahnya, dan terjadi saling curiga diantara pembantu-pembantu Ayahnya, dan sampai juga ke penguasa di Negara Majapahit. Dengan kesigapan para prajurit ayah pemuda tersebut, dia akhirnya tertangkap, dan sebagai seorang muslim dia kemudian dihukum potong tangan. Namun karena dia melakukannya baru pertama kali dia mendapatkan keringanan dengan di pukul rotan kedua tangannya sebanyak 100 kali.

Dia adalah Raden Sahid, setelah dia mengembara, keluar dari keluarga dan wilayah kekuasaan ayahnya, dia mendapatkan guru agama bernama Sunan Bonang. Dan setelah Raden Sahid matang ilmunya dia kemudian diangkat menjadi sunan sebagai seorang dai di daerah Jawa, dan Nusantara, bahkan menurut riwayat sampai ke Malaysia dan Negara-negara Tetangga Indonesia sekarang ini. Dia dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.

Dan kemudian dengan ijin Negara Majapahit para Sunan mendirikan negara sendiri yang berbentuk Kesultanan, lepas dari Negara Majapahit termasuk bebas pajak kepada Negara Majapahit, dan bebas dari memungut pajak rakyat. Yaitu dengan Sistem Islam sampai kerajaan ini kalah perang melawan penjajah dan hilang dari sistem Islam di Indonesia sampai saat ini.

Allahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MLS

MLS
multi level sedekah

Mengenal Tambang Lebih Dekat

SATU JARINGAN,MULTI BISNIS!

Entri Populer