Tasikmalaya (ANTARA) - Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono mengharapkan seluruh petani di Indonesia menanam padi organik yang menghasilkan beras kualitas SRI (system of rice intensification).
"Kita harapkan seluruh petani Indonesia menanam padi organik," kata Mentan, saat meresmikan ekspor perdana beras organik di pendopo Bupati Tasikmalaya, Kamis.
Mentan menjelaskan penerapan pengelolaan padi organik baru terlaksana di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jabar, meliputi Kecamatan Manonjaya, Sukahening, Cisayong, Sukaraja, Sukaresik dan Cineam.
Kata Mentan, penanaman padi organik Tasikmalaya ini menjadi kebanggaan petani, pemerintah daerah Tasikmalaya, bahkan bangsa Indonesia. "Karena, produksi padi organik dengan hasil kualitas beras SRI inilah bangsa Indonesia mampu mengekspor perdana beras organik ke Amerika seberat 18 ton," ujarnya.
Beras ekspor tersebut kata Menpan memiliki tiga standar sertifikasi dunia seperti standar Amerika (NOC), standar Eropa (EC), dan standar Jepang (SJ).
Menpan mengharapkan setiap daerah memiliki produksi beras yang berkualitas sehingga di Tanah Air terdapat aneka ragam hasil pertanian yang bermutu.
"Jadi kalau Tasikmalaya memiliki beras organik maka daerah lain juga harus memiliki, contoh daerah Cianjur (Jawa Barat, red) dengan beras pandannya," katanya.
Sementara itu Bupati Tasikmalaya, Tatang Farhanul Hakim, mendukung perencanaan Mentan, dan karena itu pihaknya tahun 2010 menargetkan luas lahan padi organik bertambah 1.000 hektare menjadi 9.000 hektare. (Antara)
------------------------------------------------------------------------------------------------
Tanah memiliki unsur biota, yang berupa mikroorganisme-mikroorganisme tanah. Pada saat tanah dipupuk dengan bahan kimia bota tanah banya yang mati, mereka terus terdegradasi dari tanah hanya kadang kala dengan sistem pertanian ganda (padi dan palawija) unsur-unsur tanah bisa sedikit dihuni kembali biota tanah.
Program bertani organik maka para petani akan diajari dan melaksanakan pertanian dengan menggunakan pupuk organik, sehingga hasilnya merupakan hasil panen tanaman organik.
Sehingga dengan gerakan bertani organik tanah akan subur penuh biota tanah dan generasi selanjutnya bisa mewarisi bumi yang lebih baik.
VIVA PERTANIAN ORGANIK, VIVA INDONESIA, MERDEKA! VIVA REPUBLIK, MERDEKA. (M.Hadi)
London (ANTARA) - Organisasi Pangan sedunia (FAO) menyebutkan, kerugian yang diakibatkan gulma memang tidak sespektakuler dan sedramatis hama lainnya dan flu babi, tetapi secara total kerugian yang ditimbulkan gulma jauh lebih besar.
Atase Pertanian KBRI Roma Dr. Erizal Sodikin mengatakan hal itu kepada koresponden ANTARA London, Jumat mengutip ahli Gulma FAO Ricardo Labrada-Romero dalam keterangan pers yang dikeluarkannya baru-baru ini.
Ahli gulma dari Kuba ini mengemukakan, satu contoh Gulma Broomrape (Orobanche spp), spesies gulma agresif yang menyerang tanaman kacang-kacangan dan sayuran, dapat menggagalkan panen secara total dan menyebabkan tanah menjadi tidak subur dalam waktu lama.
Menurut Land Care, salah satu organisasi penelitian lingkungan hidup terkemuka dari Selandia Baru mencatat, kerugian yang diakibatkan oleh gulma di seluruh dunia mencapai 95 miliar dolar AS pertahun, sementara kerugian yang disebabkan oleh jasad pengganggu lainnya lebih rendah.
Sebagai contoh kerugian akibat patogen (penyakit) mencapai 85 miliar dolar AS, sedangkan akibat insekta 46 miliar dolar AS dan kerugian yang disebabkan oleh hewan vertebrata lebih kecil lagi yaitu hanya 2,4 miliar dolar AS.
Kerugian akibat gulma yang mencapai 95 miliar dolar AS jika dikonversikan berdasarkan harga sekarang setara dengan 360 juta ton gandum atau separuh lebih dari perkiraan produksi gandum dunia tahun 2009.
Dari 95 miliar dolar AS akibat pengelolaan gulma yang kurang tepat itu, sekitar 70 miliar dolar AS kerugian diduga terjadi di negara berkembang. (Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar